Berkali2 mata gue mencari sosok temen gue dalam kerumunan orang yang sedang mengantri, berkali2 juga gue berharap kalo kaki yang turun dari tiap mobil yang berhenti tepat di drop point Hall JCC ini adalah kaki milik temen yang gue tunggu2.
Tapi begitu gue baca pesan bbmnya yang mengatakan kalo temen gue itu belom nyampe, hati gue makin cenat cenut gak karuan.
"Lo nyampe mana?" ketik gue setelah hampir selama lima menit gue menunggunya . "udah rame nih yang ngantri!"
"Iya, gue di jalan... masih kena macet" bales temen gue itu.
Macet? Macet lo bilang?? Helloooooo... udah berapa lama ya, lo tinggal di Jakarta? tanya gue dalam hati. Ah, ngapain juga dalam kondisi begini gue ngegerundel sendirian dalam hati? Toh temen gue itu juga gak bakal denger kok meski umpatan tersebut gue teriakan dalam perbincangan tulisan kami berdua itu.
"Ampun deh, pasti lo masih jauh kan?" tanya gue yang setelah gue tunggu hingga beberapa menit ke depan gak kunjung dapet balesan.
Perasaan nih ya, kemaren dia deh yang nyuruh gue untuk nyampe di JCC jam lima sore. Gue bela2in berangkat dua jam lebih awal dari rumah. Ujan2an naek ojek. Supaya apa coba? ya, supaya gue bisa nyampe di JCC tepat waktu. Malahan yah, itu gue sempet mampir buat makan semangkok mie ayam bintaro di foodcourtnya ITC Permata Hijau berdua suami yang menunggu gue di sana buat kemudian nganter gue ke senayan. Malah gue juga sempet window shopping sejenak berdua suami buat buang waktu di Ace Hardware mengingat jarak Permata Hijau dengan Senayan cuma butuh ditempuh dalam 15 menit, sedangkan waktu janjian gue dan temen gue itu masih sejam lagi.
Dan ketika gue membaca tulisan "gue di jalan" serta enggan menuliskan lokasi tepatnya dimana temen gue itu berada, entah mengapa bikin gue yakin seyakin2nya kalo sebenernya posisi temen gue itu masih jauh dari Senayan.
Semenit, dua menit, sepuluh menit, setengah jam, temen gue itu tetep gak nongolin mukanya. Sementara antrian orang semakin mengular sampe dua ratus meter dari pintu masuk Hall.
Mana ada insiden gue salah ngantri lagi... Gue ngatri di barisan tiket silver. Bukan salah gue juga sebenernya sampe gue salah ngantri begini karena gue gak megang tiket sama sekali. Tiket masuk konser yang bakal kami tonton ini dipegang temen gue. Akhirnya gue mulai ngatri lagi di barisan yang sesuai dengan tiket gue.
Bunyi BBRelaxed Soar yang gue pilih buat menandakan bbm new message yang masuk, bikin gue terburu2 dan gak sabar membukanya. Semoga saja kabar baik.
"Kita di tribun B, Vo... Gue udah deket kok, lo ngantri aja dulu...".
Hah!Gak usah disuruh lagiiiiii...... Lagian, emang lo pikir dari tadi gue ngapain, hah? jadi calo tiket? Gue tutup percakapan bbm tersebut tanpa ada keinginan buat membalasnya.
...
Sambil mengantri di jalur yang Insya Allah benar, ingetan gue kemudian kembali ke dua minggu sebelum akhirnya gue terdampar disini. Di Plenary Hall JCC. Berdiri di tengah2 ratusan orang yang berbaris rapi dengan niat yang sama dengan gue dan temen gue di Sabtu sore tanggal 27 Oktober 2012.
"Vo, nonton konser yuk!"
"Konser apa?"
"Chicago. Gue pengen banget nonton konsernya nih..."
"Ehm... gue izin laki gue dulu yah?"
Sejam kemudian, setelah gue dapet izin dari suami, akhirnya gue kembali bbm temen gue itu.
"Oke! etapi karena lo yang ngajak, jadi tolong ya... lo yang nyari tiketnya, ntar gue tinggal transfer aja ke elo".
"Oke deh!".
Dua hari setelah obrolan via bbm itu, teman gue kembali ngePing gue.
"Vo, tiketnya abis..."
"Hah? lo nyari dimana?"
"Gue nyari di bu Dibyo".
"Lo yakin? I mean.. lo gak salah nyari kan? lo gak nyari tiket konser di bu Gito kan?".
[yang pada gak tau bu dibyo itu apa... sini, sini, gue jelasin! bu dibyo adalah tempat penjualan tiket konser, pertunjukan, seminar dan hiburan sedangkan bu gito adalah yayasan penyalur pembantu rumah tangga yang ngetop di jakarta].
"Dasar lo! ya, gak laaaahh... yang gue maksud tuh, tiket yang paling murah udah habis... tinggal tiket dengan harga di atas itu. Mau?"
Gue jeda sejenak sebelum akhirnya mulai menulis lagi.
"Lo kepengen banget yah?"
"He'eh"
"Ehm....ya udah deh, kita jadiin"
yang langsung dibales dengan teriakan kesenangan temen gue. "Ayuuuuuuuukkk....!!".
Tapiiiiii.....kalo tau bakal jadi begini, gara2 dia telat dateng trus gue jadi cengok sendirian sementara barisan tempat gue ikut mengantri perlahan2 mulai maju dan masuk satu per satu ke dalam hall, gue jadi nyesel, kenapa bukan gue aja yang beli tiketnya, melenggang nonton konser sendirian dan meninggalkan partner gue yang telat dateng.
Di saat gue sedang nyumpah2 gak jelas --masih di dalem hati loh ya-- dan di saat antrian penonton di depan dan di belakang gue telah sama sekali gak ada, tinggal menyisakan satu dua orang yang menurut gue punya nasib sama kaya gue --dibego2in temen, maksudnya-- tiba2, tepat pada pukul enam, sodara2... dari kejauhan gue liat seorang cewek yang berjalan kearah gue sambil senyam senyum dan sama sekali gak ngerasa bersalah.
"Thanks to this slowness that you have been done, yah!" kata gue begitu temen gue itu cuma beberapa jengkal jaraknya dari gue. Berharap banget kata2 gue tadi paling gak bisa sedikit 'nampar' temen gue itu secara gak langsung.
Dia ketawa.
Ya, ketawa. Dan gue lah yang kemudian merasa 'tertampar' dengan ketawanya dia. Damn!.
...
"Maaf, bu... yang ini dan ini, gak bisa dibawa masuk" demikian kata seorang petugas kepada gue sambil menunjuk kamera yang gue bawa serta mengambil botol berisi air mineral dari dalam tas gue yang segaja gue buka di depan dia saat kami berdua melewati security check di depan pintu masuk hall.
Duh! cobaan apalagi ini? batin gue.
"Trus, kalo gak boleh dibawa masuk, saya harus titip dimana?" tanya gue.
"Maaf, bu... disini gak ada penitipan" kata petugas itu tersenyum ramah "mungkin bisa ibu taruh di mobil aja".
"Gimana sih, mas... seharusnya kalo tidak diperbolehkan dibawa masuk, di depan sini disediakan penitipan". protes gue. "lagian mas bisa jamin, kalo barang saya gak ilang kalo saya taro di mobil?" disini intonasi suara gue udah mulai meninggi. Lagian kaya' gue yang bawa mobil ajah... :) gue kan cuma di drop sama suami pas di depan pintu masuk JCC tadi. "lagi pula, di tiket tidak ada pemberitahuan kalo dilarang membawa kamera dan handycam, iya kan?" gue ngotot.
Untuk poin yang terakhir, bener2 itu gue ngarang. Gimana gak, kan selama ini tiketnya yang megang temen gue. Lagian tiketnya berbentuk kaya' apa aja gue gak tau, apalagi tulisan yang tertera disana.
Yah, bukan mau nyombong nih... konser mana sih yang gak pernah gue datengin, hah? Boleh dibilang tiap ada konser digelar di jakarta, gue pasti hadir. Bukan, bukan buat nonton konser, tapi buat ngumpulin sampah botol air mineral sisa konser. Lumayan sekilonya masih mahal, Ciiinn.... :P
"Sebentar saya tanya pimpinan saya dulu ya, bu..." petugas tersebut kemudian berlalu dan berbicara dengan seseorang yang rupanya pimpinan dia. Dari jauh gue lihat si pimpinan kemudian menganguk-anggukan kepalanya. Gak nyampe semenit lalu petugas tersebut kembali ke belakang mejanya lalu dengan tangannya yang terbalut sarung tangan putih, ia pun mempersilakan kami berdua masuk.
Cihuuuuyyy.....
Semoga saja dengan semua yang gue lalui ini, di dalem gue disuguhkan dengan penampilan yang gak mengecewakan. Dan diam2, dalam hati gue juga berdoa semoga opening actnya bukan di buka oleh Nazar dan Muzdalifah. Amiiiiinn....
...
Begitu udah masuk di dalem gedung gue kira pertunjukan langsung akan dimulai, etaunya kami harus menunggu sejam lagi sebelum akhirnya diperbolehkan masuk ke dalam hall tempat pertunjukan berlangsung.
Sambil mengantri rapi dengan penonton konser lain yang rata2 berusia sama dengan kami bahkan berusia di atas kami berdua, maka gue dan teman gue pun mengisi waktu menunggu dengan saling bercerita. Bercerita tentang kesibukan gue, kesibukan dia, keluarga gue, dan kelu... eh, pacar dia maksudnya. Yah, meski pun kami berteman sudah cukup lama, tapi dikarenakan kesibukan kami masing2, kami jadi jarang ngobrol. Ngobrol aja jarang, apalagi ketemuan... seingat gue, terakhir kami ketemuan empat bulan yang lalu di GI deh.
Banyak cerita yang gue gak tau lagi tentang temen gue ini. Tentang dia yang kini sudah bekerja dan berpenghasilan sendiri. Tentang dia yang kini hidup mengontrak rumah di pinggiran Jakarta, atau tentang kekasihnya yang dalam hitungan beberapa bulan ke depan akan meresmikan hubungan mereka. Agak terkejut mendengar "her little secret" yang dia bagi ke gue.
"Chik..." gue membalik badan hingga kini berhadapan dengan temen gue tersebut yang mengantri tepat di belakang gue, dengan menatap matanya gue bilang "I hope you get your happines, ya" yang kemudian dia aminkan.
"Trus, kabar lo baek aja kan, Vo?" entah mengapa gue ngerasain ada penekanan di kata 'kabar' yang dia ucapin ke gue.
"Mostly..." gue menelan ludah untuk melancarkan tenggorokan gue yang mendadak tercekat, "yes, i fine, Chik".
Obrolan kami kemudian harus berakhir ketika pintu masuk hall dibuka kemudian dengan aba2 para security concert itu mempersilakan kami masuk.
...
Adalah keberuntungan, makanya kami berdua bisa dapet tempat duduk di barisan kedua dari depan di tribun F. Ada rasa iri pas liat barisan kursi penonton yang masih banyak kosong tepat di depan panggung. Tapi apa daya, sesuai harga yang kami bayarkan, maka di tribun inilah kami berdua terdampar. Mungkin karena para penonton didominiasi oleh para manusia separuh baya --kecuali kami tentu saja--, maka ketika band dengan personil Robert Lamm, Lee Loughnane, James Pankow, Walt Parazaider, Lou Pardini, Jason Scheff, Tris Imboden dan Keith Howland belum juga memulai penampilan mereka di panggung, para penonton tetap tenang meski waktu sudah berlalu lebih dari sepuluh menit.
Gue kemudian mulai mencoba membidikan kamera ke arah panggung, yaaahh... itung2 pemanasan sebelum gue beneran mengabadikan band tersebut saat beraksi di atas panggung. Tapi begitu gua menghit tombol shutter lalu melihat hasil bidikan gue, sungguh mengecewakan. Loh, kok hasilnya begini....
Gue coba bidik sekali lagi, ternyata hasilnya sama aja. Disaat sedang membayangkan betapa senengnya gue jika saat itu gue ngajak Jul Fefri serta nonton konser ini, pasti foto2 gue gak bakal menyedihkan kaya' begini
--iya gue tau lo lega kan, Lis?--
Pas lagi asik mengkhayal sambil ngutak ngatik kamera, tiba2 aja sebuah suara mengejutkan gue.
"Coba diset manual aja, mbak..." kata seorang perempuan yang duduk di sisi kiri gue. Mungkin dia kasian ngeliat gue yang gak berhasil ngambil gambar bagus. "ISOnya di pindah ke 1600" lanjutnya yang belakangan gue tau bernama Indri berprofesi sebagai arsitek lepas.
"Eh?" Gue masih belom sadar akan keterkejutan gue. Setelah seratus persen sadar, langsung gue serahkan kamera gue ke dia untuk disetting.
Dan Taraaaaaaaaa.......
Bukan terima kasih sama mbak Indri, eh gue malah nyuruh dia buat motoin gue dan teman gue dengan berlatar panggung konser.
Siapa sih yang gak tau grup band asal Illinois, Chicago ini? Itu kan band yang lagu2nya ngetop abis pas jaman lo, gue, kita, masih SMA dulu. Iya kan? Ah, ketebak deh berapa umur gue sekarang. Gagal sudah gue mengesankan kalo gue sebenernya masih unyu. (⌣́_⌣̀ ) Padahal di awal tadi gue udah maksain diri nulis pake kata 'cenat cenut' biar dikira masih umur dua puluhan gituh... Laen kali gue mau pake kata 'ciyus' dan 'miapa' aja ah! biar keliatan kalo gue baru baru lulus SD. (◦'ں'◦)
Entah di lagu keberapa, Chicago pun akhirnya mulai membawakan lagu2 sepanjang masa yang emang udah akrab di telinga gue macam; Hard to Me to Say I'm Sorry, You're The Inspiration dan If You Leave Me Now. Lantas aja gue dan temen gue ikutan teriak2 nyanyi lagu2 tersebut yang liriknya kami inget di luar kepala macam kami mengingat isi Pembukan UUD 45 waktu jaman sekolah dulu. ๑ˆ⌣ˆ๑
Lagu You come to My Senses dan Look Away yang gue tunggu2 bakal mereka nyanyiin ternyata gak dimainkan. --aarrhh.... apaan sih nih, Regina? gue ngerti kalo lo tau semua judul2 lagu Chicago more than me... tapi plis deh, lo diem aja di pojokan sana, ya! iya, iyaaa.... gue juga tau kok, lo pasti mau bilang juga kalo pas lagu2 grup band ini booming, lo masih berbentuk sp*rma, iya kan? **sumpel mulut Regina pake kaos kaki**
Apa lagi itu tuh.... lagu yang dibawakan oleh Peter Cetera kala dulu ia masih tergabung dalam grup band ini, lagu yang pernah hits karena menjadi soundtracknya filem Karate Kid yang di bintangi Ralph Macchio yang gue puja-puji jaman SMP dulu yang judulnya Glory of Love --tau dong, ama lagu itu??-- sayangnya gak mereka bawakan juga.
Gue puas nonton konser tersebut. Rasa kecewa karena beberapa lagu hits mereka gak dinyanyiin berubah jadi rasa syukur. Bersyukur karena kalo seandainya malam itu mereka membawakan lagu I Don't Want to Live Without Your Love udah bisa dipastikan kalo gue pasti bakal mewek. Perasaan gue ini, pasti berasa kaya hancur berkeping2. Eh, Gak! Gak ding... bukannya hancur, lebih tepatnya hati gue ini udah pasti rasanya kaya' diblender jadi satu. (⌣́_⌣̀ )
I Don’t Wanna Live Without Your Love – Chicago Song Lyrics
0 komentar:
Posting Komentar