Pages

Jumat, 11 Mei 2012

so much fun in jogja [part 3 -habis-]


Punya hutang itu bener2 gak enak. Bikin tidur gak nyenyak dan hidup gak tenang. Kepikiraaaann terus. Nah karena gue ngerasa perjalanan ke Jogja tempo hari belom rampung gue ceritain, maka gue harus menceritakan perjalanan tersebut biar gak berasa dikejar2 hutang kaya begini. Actually, gue sendiri udah gak inget banget runtutan perjalanan pada hari ketiga tersebut. Yang masih gue inget dengan jelas justru saat pesawat yang hendak membawa kami pulang pada hari keempat ditunda hampir dua jam cuma karena ada pesawat lain yang membawa wakil presiden dari Jakarta hendak mendarat di bandara Adisucipto. Huh!

Gue sadar, gue punya daya ingat yang lemah. Memory untuk merekam jejak peristiwa dalam otak gue kapasitasnya terbatas. Namun, dengan keterbatasan tersebut, gue tetep nekat pengen menceritakan lanjutan perjalanan gue. Karena gue menganut paham NO PICTURE = HOAX, jadi disini, gue akan banyak memposting foto2 sebagai pengganti cerita. Mohon dimaklumi. Baiklah, saya tak akan menundanya lagi. Dan saya juga mengerti kalian sudah tak sabar ingin membaca kelanjutannya. Nah dari pada kalian kemudian melempari saya dengan ribuan tangkai bunga, mending saya memulai cerita ini. Oia, jangan lupa! simpan bunganya untuk akhir cerita, oke?!


Satu hal yang gue sukaaaa banget dari pak Suroso (yang lupa siapa pak suroso ini biar saya ingatkan, dia adalah sopir merangkap pemandu wisata yang kami sewa selama liburan) yaitu orangnya yang ontime banget. Pukul 7 pagi dia udah menunggu kami di loby. Sementara kami? Jangan tanya....! Boro2 mandi, nyatanya kami masih asyik meringkuk dan bergelung dalam selimut karena kedinginan akibat udara dingin ac. Padahal pak suroso udah mengingatkan jadwal keberangkatan kami pada hari ketiga ini sesaat sebelum kami berpisah setelah mengantar kami tur di hari kedua.

Namun bukan lantaran jamnya pak suroso ini tepat waktu, trus jam gue terbuat dari karet. Gak! gak begitu. Pada dasarnya gue itu orangnya gak suka ngaret. Lagi pula, bukan orang Jakarta namanya kalo gak ahli dalam memanage waktu. Gue tau banget apa akibatnya kalo males2an tiap bangun pagi. Menunda waktu bangun karena masih pengen nikmatin hangatnya dibalik selimut, meski lima menit, pasti fatal akibatnya bagi gue. Selain Aya bakalan terlambat sampe sekolah, yang pasti waktu gue juga bakalan banyak sia2 di jalanan karena, ehm...kejebak macet. Tapi inikan liburaaaaaann...? Boleh dong, gue bangun agak siangan? Setelah setiap hari gue musti bangun subuh2 lalu meliuk2 di jalan2 kecil demi menghindari macet, menyesap kopi seduhan dari mug stainless dengan ekstra hati2 agar gak tumpah sambil menatap jalanan dari balik jendela mobil. Dan kini, setelah sesaat menarik diri dari keriuhan Jakarta, gue tetep harus bangun pagi juga? Ooh, tidaaaaaakk...!

Akhirnya kami berangkat juga meski waktunya molor sejam. Tujuan hari ini adalah candi Borobudur di Magelang. Sepanjang jalan, setiap ketemu sungai, pasti isinya material batu dan pasir vulkanik dari letusan Merapi tempo hari. Ck, ck, ck... bener2 takjub deh liat batu2 yang ukurannya lebih gede dari pada ukuran ruang tamu di rumah gue.









Setelah berkendara hampir selama satu jam, akhirnya kami tiba juga di candi Borobudur.




Oia, ada peraturan yang baru diberlakukan di candi Borobudur yaitu, setiap pengunjung diwajibkan mengenakan jarit/kain batik sebelum memasuki area candi.








Ah, akhirnya sampe juga di atas candi setelah berjalan kaki lumayan jauh. Dan untuk merayakan keberhasilan karena telah berhasil menapaki anak tangga dari dasar candi, kita pun kemudian foto2 sejenak sembari meredakan napas yang masih ngos2an begitu nyampe di atas.





Oia, ketambahan tiga peserta dalam foto ini bukan berarti gue sembarangan nyomot orang buat ikut foto bareng loh! Mereka adalah Tante Rosi, Om Heri dan anaknya Finda. Iya, sebelumnya kami memang sudah janji buat ketemuan. Biasanya, saat liburan sekolah, Finda, Adel dan Aya pasti saling bergantian berlibur di Jakarta atau di Purwokerto. Sebenarnya kali ini adalah giliran Adel dan Aya berlibur di tempat Finda, tapi kerena kami berencana berlibur ke Jogja, maka Finda pun menyusul kami. Mereka berangkat dari Purwokerto pagi2 sekali. Butuh waktu selama 4 jam dalam perjalanan hingga akhirnya mereka bisa tiba di Borobudur. 







Maka mulailah kami mulai masuk lorong2 yang mengililingi candi. Sebisa mungkin gue menerangkan relief2 yang terdapat disepanjang dinding candi pada Adel, Aya dan Finda. Ya, meski gue gak bisa menceritakan secara detail maksud dari relief2 tersebut tapi setidaknya gue bisalah dikit2 menyampaikan apa yang tergambar dari pahatan2 dinding candi kepada mereka.












"Eh, liat deh, mbak... ada relief mesjid! menandakan bahwa jaman itu ajaran islam sudah mulai masuk ke Indonesia". demikian kata gue sok tau. Etapi, tiba2 gue curiga, karena gak ada suara apa2 di belakang gue, begitu gue nengok ke belakang..... eng ing eeeeeenngg.......


Ternyata gue dikacangin, sodara2! Mereka sama sekali gak tertarik sama penjelasan2 gue.








Mereka lebih senang ngobrol bertiga...



bercanda bertiga....



bahkan, mereka akhirnya meninggalkan gue sendirian...


trus dilanjutkan dengan berfoto2, sementara gue cuma duduk sendiri di pojokan.


berfoto...



berfoto...


Adel : bun, mau ikutan foto gak?
Gue : GAK!! **melempar pandangan dengan muka jutek**


berfoto...



foto berdua...



foto sendirian...


Oia, peraturan2 baru yang diberlakukan bagi pengunjung candi Borobudur, selain diwajibkan memakai kain batik, pengunjung juga dilarang untuk menaiki stupa2 di puncak candi. Padahal seingat gue, saat terakhir berkunjung kemari tahuuuuunn.... gue lupa tahun berapa, para pengunjung masih diperbolehkan membawa makanan, minuman, berfoto sambil nemplok di puncak stupa sampe menjulurkan tangan ke dalam stupa untuk menyentuh patung sang Budha. Gue setuju banget dengan peraturan2 yang mulai diberlakukan ini, selain untuk melestarikan dan menjaga candi dari kerusakan tangan2 jahil, hal ini juga untuk menghilangkan kebiasaan pengunjung yang percaya bahwa segala cita2 bisa tercapai saat tangan kita bisa menyentuh patung dalam stupa. Jujur nih, dulu gue juga pernah memasukan tangan ke dalam stupa untuk meraih patung sang Budha, tapi itu gue lakukan bukan untuk mempercayai segala hal yang berbau syirik, tapi lebih karena gue penasaran apa jenis kelamin dari patung tersebut. :p


Setelah 4 jam, akhirnya kami mengakhiri kunjungan di candi Borobudur. Puas banget menikmati relief2 yang terpahat disepanjang dinding candi. Puas banget melihat pemandangan di sekitar candi yang bisa disaksikan dari atas puncak candi. Juga, puas banget sinar matahari yang saat itu bersinar cerah menyengat kulit kami hingga kecoklatan. Dalam kondisi kehausan, kami pun buru2 berjalan menuju mobil di parkiran. Namun untuk kembali ke areal parkiran, mulai dari pintu keluar candi, ternyata kami diarahkan ke lokasi toko2 penjual souvenir. Gak heran jika jarak tempuh menuju parkiran semakin jauh. Kami harus berjalan kaki menelusuri jalan sempit dengan toko2 kecil penjual souvenir di kanan dan kiri jalan. Sapaan pedagang bergantian menawarkan dagangannya begitu kami melewati toko2 mereka. Bahkan beberapa pedagang yang nekat mengikuti kami dari belakang sambil terus menawarkan dagangannya. Meski berkali2 gue menolaknya dengan halus, mereka tetap gigih menawarkan souvenir yang mereka sodorin. 

Ibu2 pedagang : tolong, mbak... buat penglaris...

Gue : mboten, bu...

tapi mereka teteeeeeepp aja ngintilin gue dari belakang. 

Ibu2 pedangang : murah kok, mbak... cuma lima puluh ribu.

Gue : gak, bu... maaf ya...

Ibu2 pedagang : kalo beli di depan sana gak boleh lima puluh ribu, mbak...

Tau dong gimana rasanya jalan kaki panas2 sambil kehausan? Tau dong gimana rasanya dipaksa2 beli sesuatu yang gak kita gak butuh? Tau dong kalo dipaksa beli sesuatu saat kondisi kepanasan dan kehausan?

Gue : maaf ya, bu... kalo ibu masih maksa, silakan hubungi langsung pengacara saya aja!!

Gue pun ngeloyor pergi tanpa diikuti lagi. Sementara Adel dan Aya cekikikan di samping gue.


____sejenak menikmati gamelan jawa yang membawakan lagu2 natal____


Dari candi Borobudur perjalanan dilanjutkan menuju kaki gunung Merapi. Tepatnya di desa Cangkringan. Jalan menuju desa tersebut agak jauh dari jalan raya. Tapi gue cukup bersyukur, meski jalannya kecil tapi cukup mulus buat dilalui. Gak jarang bila sering terlihat aktifitas penduduk setempat yang sedang mengeruk material pasir di sungai yang memang melimpah ruah dalam perjalanan menuju desa cangkringan. Dan begitu tiba sekitar satu kilometer dari gunung merapi, kita harus membayar tiket masuk untuk memasuki kawasan tersebut. Beberapa oknum terlihat mengutip pungutan dana dengan menyodorkan kardus yang bertuliskan sumbangan pada tiap persimpangan.








Pada awalnya gue membayangkan bahwa kawasan yang terkena dampak letusan ini bakal terlihat tak ubahnya seperti kota mati. Porak poranda dan penuh pepohonan tak kering tak berdaun seperti yang sempet gue lihat di berita2 saat bencana menerjang. Namun, lahan luas yang dulunya sebagian besar merupakan rumah penduduk, pertanian dan perkebunan kini sudah jauh berbeda dengan bayangan gue. Sebagian rumah penduduk juga sudah terlihat mulai dibangun kembali. Rerumputan dan pepohonan mulai tumbuh dan menghijaukan kawasan yang pernah menjadi dampak gejok Merapi tersebut.








Hanya kurang dari sejam, kami pun memutuskan untuk meneruskan perjalanan. Kali ini tujuan berikutnya adalah taman obyek wisata Ketep. Tempat wisata ini sebenernya sama aja kaya' puncak. Dari sini kita bisa melihat keindahan alam dari dataran tinggi.













Kunjungan di obyek wisata Ketep ini pun kami akhiri. Kembali perjalanan kami lanjutkan untuk kembali kw Jogja. Menuju hotel. Tapi, di tengah perjalanan pak Suroso menawarkan kami untuk mampir sejenak ke lokasi kampus UGM. Terang aja Adel dan Aya seneng banget. Gue juga seneng, kali aja jika sejak sekarang mereka diperlihatkan kampus2 besar yang ada di Indonesia macam UGM ini, kelak mereka tertarik untuk bisa bersekolah disana. Mendadak gue terbayang gimana bangganya gue jika kelak Adel dan Aya dewasa, rampung menempuh pendidikan di kampus sebesar ini dan pulang ke rumah dengan membawa gelar. Gak kaya' emaknya yang cuma bisa gelar tiker di Ragunan sambil makan kacang kulit. :p












Setelah selesai keliling2 di area kampus, kami lantas melanjutkan perjalanan kembali menuju hotel. Lagi2 pak Suroso menawarkan kami untuk mengunjungi Museum Kereta Kencana yang belom sempet kami kunjungi hari2 sebelumnya. Baiklah kalo begitu! Mari kita menuncur kesanaaaaa.......

Museum ini terletak di sebelah barat keraton. Untuk masuk ke museum ini tarif tiket masuk untuk satu orang sama sekali gak terlalu mahal, akan tetapi kita juga dikenakan biaya tambahan apabila kita membawa kamera dan hendak mengabadikan kereta2 koleksi museum tersebut. Begitu masuk, kita sudah langsung di sambut oleh jejeran kereta2 kencana yang dipajang sepanjang dinding museum. Ada 18 kereta kencana yang menjadi koleksi museum ini, dan kesemuanya dalam kondisi masih bagus dan terawat dengan baik. Bahkan beberapa kereta tersebut masih sering digunakan dalam berbagai upacara serta perkawinan putera dan puteri Sultan.

Diiringi oleh seorang pemandu, kami diantar untuk melihat dan dijelaskan mengenai fungsi asal muasal masing2 kereta. Gue bener2 kagum dengan kereta2 yang kondisinya masih terawat dengan baik ini, mengingat usia kereta2 tersebut sudah tidak baru lagi. Bahkan nih ya, ada beberapa kereta yang usianya sudah lebih dari 100 tahun. Wuiih...!

Sepanjang pak pemandu menjelaskan, dipenghujung cerita, gue pun kemudian diperbolehkan memotret kereta yang baru saja dijelaskan. Sebenernya pengen banget bisa naik dan merasakan duduk di atas kereta tersebut, tapi jangankan menaiki kereta, dipegang aja gak boleh... 

























Begitu sampai pada kereta yang ini, pak pemandu memperbolehkan gue berfoto sambil duduk di kereta. Cihuuuyy...!! Tapi rasa girang gue mendadak ilang begitu pak pemandu bilang bahwa yang dimaksud boleh duduk di kereta yaitu duduk di sono noh! diinjekan kaki!! What?! Gue pun buru2 mengurungkan niat. Mendadak gue berasa kaya inlander jajahan kompeni pada akhir abad 19.




Terdapat dua buah ruang di tengah2 museum. Di ruangan pertama menyimpan 4 kereta keramat yang salah satunya berwarna putih besar, namanya Kereta Kyai Roto Pralaya. Kereta ini berfungsi untuk mengangkut jenazah Sultan menuju komplek pemakaman raja2 di Imogiri. Aura mistik terasa banget ketika kita berada dekat dengan kereta ini.




____ini dia kereta yang paling gue suka, semacam kereta yang membawa cinderella ke pesta untuk bertemu sang pangeran____

Begitu memasuki ruangan yang kedua, seketika aroma kembang langsung tercium. Mendadak gue merinding disko. Di sinilah kereta tertua di simpan. Kereta yang dibuat pada pertengahan abad 18 ini diberi nama Kereta Kanjeng Nyai Jimat. Kalo dilihat dari bentuknya, kereta ini bergaya seperti kereta2 bangsawan di Eropa dan butuh tenaga delapan ekor kuda untuk menarik kereta ini. Dari namanya sendiri sudah dapat dipastikan bahwa kereta ini pasti ada hubungannya dengan Kanjeng Nyai Roro Kidul sang Ratu Pantai Selatan. Maka gak heran jika tiap hari Jum'at dan Selasa Kliwon kereta2 ini rutin diberi sesaji. Malahan, setiap bulan Suro tiap tahunnya, kereta Kanjeng Nyai Jimat dimandikan. Dan air bilasan kereta ini konon membawa berkah bagi yang mempercayainya.

Seperti yang sudah2, pak pemandu kemudian mempersilakan gue untuk mengambil foto dari kereta Kanjeng Nyai Jimat ini. Dan menurut beliau jarang ada orang yang berhasil memotret kereta ini. Pasti hasilnya gelap. Tak ada alasan yang bisa menjelaskan kenapa. Tapi karena gue gak percaya dan punya keyakinan bahwa gue bisa mengambil foto dari kereta tersebut, kemudian gue mencoba. Dari monitor di belakang kamera saku gue lihat gambar dari obyek kereta Kanjeng Nyai Jimat tersebut. Begitu gue yakin bahwa bidikan atas obyek tersebut sudah bagus, lalu ujung jari telunjuk kanan gue pun mulai menekan tombol kamera. Etapi....kenapa nih? kok lampu blizt nya gak nyala? Gue ulang lagi... Gue raba tombol kamera lalu menekannya. Lagi2 hasilnya sama. Kemudian gak lama, kamera gue pun mati total. Bukan, bukan karena hal2 mistis... semata cuma gara2 baterainya habis. :p Lalu karena penasaran, gue pun mencoba memotretnya pake kemera di tab, dan ternyata berhasil. Saking girangnya karena berhasil mengambil gambar Kereta Kanjeng Nyai Jimat, kemudian gue pun kembali mengambil gambar kereta tersebut untuk yang kedua, ketiga, keem... **diplototin pak pemandu**






Selesai mengunjungi museum kereta, kami minta diantar oleh pak Suroso untuk mampir ke toko buku yang menjual buku2 bekas. Diantarlah kami ke pertokoan yang terletak tepat dibawah Taman Pintar. Saat itu hari mulai menjelang senja. Hujan turun lebat pula. Tapi tak mengurungkan niat gue untuk mencari buku yang maksud. Emang apaan sih yang dicari? Kaya' di Jakarta kekurangan toko buku ajah!  






Setelah berkeliling dari satu toko ke toko lain, akhirnya gue menemukan juga apa yang gue cari, yaitu KOMIK!! etapi bukan komik sembarang komik, yang ini beda... komik perwayangan! Sebenernya gue naksir dengan kisah wayang Mahabharata. Tapi sayang, kisah Mahabharata yang dicetak menjadi dua jilid, saat itu hanya tersedia jilid keduanya saja. Akhirnya gue mengalihkan pilihan ke kisah perwayangan yang ini. Bharatayudha. Dengan ketebalan buku yang tebalnya serupa kitab suci, komik kisah perwayangan ini dibandrol dengan harga 150 ribu per eksemplar. It's too expensive, i know! Trus, gue jadi inget, jaman gue kecil, buku2 kisah perwayangan macam begini, waktu itu gak ada harganya sama sekali, but now.... hmm, jangan ditanya. Dulu juga, penggemar kisah wayang ini hanya didominasi oleh para nenek dan kakek2 gue, tapi sekarang, perempuan cantik, manis macam gue aja doyan.




Setelah mendapatkan apa yang gue cari, sebelum kami kemudian akhirnya bener2 kembali ke hotel, kita sempet mampir sebentar buat menghangatkan diri dengan semangkuk wedang ronde. 




Setiba di hotel, jangan dikira gue kemudian bisa langsung tidur, sementara yang lain sudah menuju alam mimpi, saya, masih harus ngepak2 koper karena besoknya, tepat pukul 10 pagi, kami harus meninggalkan kota Jogja untuk kembali ke Jakarta. Ah, tiba2 saja saya merasakan sedih karena harus mengakhiri kunjungan ini. Tapi saya janji, suatu hari nanti, saya pasti kembali lagi, karena saya akan selalu merindukanmu, Jok!! **Jogja maksudnya, bukan Joko**


Web Statistics