Pages

Sabtu, 06 April 2013

kepulangan yang tertuda


"Bagaimana, mbak?" tanya suara di ujung telepon "jika mbak sekeluarga memang berminat ikut paket umroh dengan travel kami, kami berharap sampai akhir bulan ini mbak sudah menyetorkan 50% dari total pembayaran".

'Duh! gimana ini?' bathin saya, mas Ahmad dari travel Al F**** yang seminggu lalu saya datangi kantornya di bilangan Depok, berbekal alamat yang saya serching di gugel itu menanyakan kepastian jadi tidaknya saya mendaftar umroh di travel binaannya tersebut.


"Eeemm... begini, Mas..." saya jeda sebentar sambil berpikir 'aduuhh...gimana ini cara ngomongnya?' saya menggigit bibir "kebetulan nih, atas rekomendasi teman saya di kantor, saya dapat travel yang ongkos umroh perorangnya agak sedikit lebih murah, Mas" ah, terucap juga kata2 itu.



Sebenernya saya gak tega. Takut banget mengecewakan mas Ahmad yang dari penerimaannya saat saya dan suami datang ke kantor sekaligus rumahnya kemarin sangat baik dan santun. Apalagi ibunya mas Ahmad ikut menjamu dan mengajak saya sholat maghrib berjama'ah karena ketika saya dan suami datang, pas sekali adzan maghrib berkumandang. Tapi benar. Saya juga gak bohong. Seorang teman di kantor menginformasikan jika sesama teman kuliahnya dulu punya usaha travel dan kebetulan banget setelah saya telepon, mbak Yuli dari travel Al Q**** bersedia memberi saya diskon yang bagi saya nilainya cukup lumayan. Bisa mendapat potongan 1 juta perorang, bohong aja kalo gak ada yang mau, iya kan? apa lagi saya akan berangkat umroh berempat. Itu arti 4 juta kan bisa saya pakai untuk tambah2 membeli berbagai kebutuhan umroh.

Meski belakangan saya tau, jika ternyata penyelenggara travel Al Q***** pimpinan mas Affan ini tidak memberangkatkan jemaah travelnya sendiri melainkan ikut bergabung dengan penyelenggaraan travel yang lebih besar yaitu travel x. Hal tersebut saya ketahui ketika saya mengikuti manasik di asrama haji beberapa bulan sebelum hari keberangkatan. Ketika berkenalan dengan beberapa orang yang ikut manasik seperti saya, rupanya mereka bukan dari travel AQ seperti saya, melainkan jemaah dari travel x dan beberapa travel yang lain.


"Maaf ya, mas..." ucap saya hati2.


"Oh, ya ndak apa2, mbak..." tak terdengar kekecewaan dari suara mas Ahmad "yah, barangkali mbak dan keluarga belum jodohnya ikut dalam jemaah di travel kami" katanya lagi berlapang dada "semoga ibadah umrohnya lancar ya, mbak... Assalamu'alaikum" katanya mengakhiri.


Untuk beberapa menit, saya masih ngebayangin wajah teduh mas Ahmad lantas lemah lunglai begitu meletakan gagang telepon usai mengakhiri pembicaraannya dengan salam tadi. Etapi, saya pun gak mau disalahi atas kekecewaan mas Ahmad dong. Kedatangan saya kemarin ke kantornya belum menjanjikan apa2 pada dia kok. Saya hanya sekedar ingin mencari informasi saja dulu. Jadi bukan salah saya kan?! Saya lantas mengangkat bahu kemudian kembali tenggelam dalam pekerjaan saya. Ah, biarlah kesalahan itu saya limpahkan saja pada takdir yang tak menyatukan kami. Lagi pula belum tentu saya bakal bertemu lagi dengan mas Ahmad, jadi mengapa perlu punya perasaan gak enak, ya kan? ┐(ˇ.ˇ")┌


Kembali bayangan2 semenjak saya sibuk mencari informasi tentang travel perjalanan umroh di gugel, menjemput dan memulangkan kembali Adel dan Aya ke asramanya saat hendak foto untuk kepengurusan pasport sampe sibuknya saya karena harus bolak balik ke tanah abang untuk belanja segala kebutuhan buat umroh, mendadak melintas dalam lamunan saya yang sedang duduk di dalam bus yang mengantar saya, keluarga dan puluhan jemaah yang lain menuju bandara di Jeddah untuk kembali ke tanah air.


Selesai sudah perjalanan bathin untuk kembali ke titik nol yang menguras perasaan ini mulai dari awal hingga akhirnya kami pulang. Semua keperluan yang saya persiapan jauh2 hari sebelum keberangkatan, tak ada yang terlupa sedikit pun. Pelaksanaan ibadah selama di Madinah dan Mekkah pun kami diberikan banyak kemudahan oleh Allah. Meski ada sedikit ketidakpuasan atas fasilitas hotel dan pelayanan catering selama kami di Mekkah, tapi kami anggap itu hanya kesalahan tekhnis semata dan tidak mengurangi pahala ibadah kami selama disana. Dan kini saatnya kami untuk kembali pulang ke tanah air meskipun berat rasanya untuk berpisah dengan semua ini.. Namun diam2, saya juga mengucap syukur sebanyak2nya karena telah diberikan banyak kemudahan oleh Allah selama melakukan ibadah umroh ini.


Tak bisa dipungkiri, banyak orang yang percaya jika saat berhaji atau berumroh, dosa2 kita selama hidup akan dibalas disini. Jika sehari2 kita banyak melakukan kebaikan, insya Allah akan dibalas oleh-Nya dengan kebaikan, demikian pula sebaliknya. Syukurlah saya tak mengalami kejadian2 aneh seperti yang diceritakan oleh orang2. Sempat terlintas juga dalam kepala, 'ah, mengapa perjalan kami ini kok too good to be true! ya?' Apa ini merupakan jawaban atas do'a yang saya panjatkan pada tiap sholat, jauh sebelum hari keberangkatan? Apa ini jawaban atas do'a saya yang meminta agar diberi kemudahan dalam menjalaninya? Apa ini jawaban Tuhan atas permohonan saya yang meminta agar Tuhan menutup segala aib saya dari pandangan orang lain serta dari pandangan saya sendiri? Ya! barangkali ini sudah termasuk 'paket lengkap' yang Tuhan berikan atas do'a2 saya tersebut.  (˘▽˘┐)  Syukurlah, itulah kuasa Allah, sehingga Allah menunjukan mukjizatnya sehingga semuanya terasa menjadi mudah.


------






Setiba di bandara, setelah para jemaah direpotkan oleh gembolan traveling bag yang sudah pasti mendadak beranak pinak itu, maka rombongan jemaah kemudian mulai memasuki ruang untuk cek in. Hampir satu jam kami berdiri dalam antrian di depan loket dengan troli2 yang berisi koper bawaan kami masing2 namun antrian tetap tidak bergerak. Belakangan barulah saya tau, setelah di cek oleh pihak bandara, ternyata nama ke 84 jemaah tidak terdapat dalam manifest daftar penumpang pada pesawat yang tertera di dalam print out tiket yang menempel pada paspor kami masing2. Ya, Allah... cobaan apa ini?


Dan, rupanya cobaan Tuhan pada kami pun baru saja dimulai. Setelah ditolak cek in oleh petugas bandara, Syaiful, pegawai travel yang ditugaskan pihak travel di Mekkah untuk mengantar dan mengurus kepulangan kami di bandara tiba2 menghilang. Padahal jelas2 dia tadi ikut bersama rombongan kami. Tapi begitu mengerti jika tiket kepulang kami palsu, mendadak Syaiful layaknya hilang ditelan bumi. Bayangan untuk bisa segera bertemu sanak keluarga dan teman2 di tanah air, langsung sirna ketika menyadari kenyataan bahwa terjadi masalah pada tiket kepulangan kami.


Melihat antrian rombongan jemaah kami yang masih mengular hingga beberapa meter kebelakang di tiga loket yang ada, lantas petugas bandara memerintahkan kami untuk keluar dari ruangan dan meminta kami untuk menunggu di loby bandara karena keberadaan kami mengganggu penumpang lain yang ingin cek in.


Ujian Tuhan pada saya tidak hanya sampai disini. Ketika saya bersama jemaah lain sedang tergopoh2 mendorong troli koper keluar dari ruang cek in karena di'usir' oleh petugas bandara, tahu2 dari arah berlawanan ada sekelompok jemaah dari sebuah travel, dengan penuh celoteh dan senyum menghias di wajahnya karena tlah terbayang bakal bertemu sanak saudara di tanah air, berjalan santai memasuki ruang cek in. Tak satu pun dari jemaah tersebut yang terlihat kerepotan membawa koper seperti kami. Karena ternyata bawaan mereka telah dikoordinir oleh pihak porter bandara.


Dan dari seragam batik yang  mereka kenakan, tanpa sengaja kemudian saya membaca nama travel tersebut, Al F**** tertera disana. Saya lihat lagi susunan huruf2nya lekat2. Ya, Al F****! Travel yang saya tolak beberapa bulan lalu itu!! Dan kalo saya runut kebelakang, kepulangan saya pun bakal jatuh pada tanggal hari ini jika waktu itu saya jadi ikut jemaah dari travel Al F**** tersebut.


Seolah Tuhan belum puas menegur saya yang pernah menganggap satu manusia --yang saya anggap gak penting-- yang saya temui dalam hidup, gak akan pernah saya jumpai lagi di belahan bumi mana pun, lalu mata saya pun menangkap sosok yang pernah saya kenal. Mas Ahmad terlihat sedang berjalan di ujung rombongan. 'Tu-Tuhan... ini gak bener2 kejadian kan? Engkau cuma becanda kaaan? Oh, tidak... TIDAK... TIDAAAKK...!!' Langkah saya bener2 skak mat! tak bisa menyelamatkan diri ke petak lain. Satu2nya langkah yang bisa saya lalui adalah harus tetap berpapasan dengan mas Ahmad sambil pasang muka cengengesan nahan malu. 'Duh! Tuhan, mengapa Engkau pertemukan saya dengan mas Ahmad disini? Dalam kondisi saya terseok2 mendorong troli dan terkatung2 menanti nasib kepulangan di bandara ini?' 


Setelah berhasil menguasai diri, kami pun saling berteguran saat berpapasan. Heh! udah deh... gak usah pada pake nanya siapa yang negor duluan yah! ya pasti gue lah... secara gue kan ksatria getoo... **dibales tatapan lempeng para pembaca** Saya, suami dan mas Ahmad kemudian saling sedikit berbagi cerita. Tapi untungnya mas Ahmad harus segera menyusul jemaah bawaannya yang sebagian sudah tiba di loket cek in hingga obrolan kami gak sampe terlalu panjang. Namun dari tatapannya saat kami bersalaman sebelum berpisah tadi, saya sempat membaca mimik muka mas Ahmad yang seolah bilang "Nah! sekarang mending diskon 4 juta atau terkatung2 kepulangannya?".


Sebenarnya pertemuan ini gak mungkin terjadi jika saja dari pihak travel yang memberangkatkan saya tidak memajukan tanggal keberangkatan sehari lebih cepat dari jadwal keberangkatan awal yaitu tanggal 20 Februari. Sementara travel Al F**** memang telah menjadwalkan keberangkatan tanggal 19 Februari. Namun demikianlah jika Tuhan telah berkata 'KUN FAYAKUN' pada saya. Jadilah! Maka terjadilah.


Setelah pertemuan gak sengaja dengan mas Ahmad tersebut, saya lihat semua jemaah makin bingung harus bagaimana. Berkali2 kami berusaha menghubungi kantor travel x, namun hasilnya nihil karena tak ada yang mengangkat. Mau kembali ke hotel, juga gak mungkin. Lagi pula, apa pihak hotel mau menerima kami yang berjumlah 84 orang ini? Dan juga 3 bus yang mengantar kami ke bandara tadi pun sudah kembali ke Mekkah.





____badai pasir yang saya lihat di luar bandara sesaat setelah kami di'usir' dari ruang cek in. barangkali karena alasan ini juga kemudian Tuhan menunda kepulangan kami :)____


Semakin gak ada kepastian tentang tiket kepulangan, para jemaah sudah mulai ikut panas. Satu per satu emosi para jemaah lelaki meluap. Dibeberapa sudut, terlihat isak tangis dari jemaah perempuan yang sudah sepuh. Sementara itu, jemaah perempuan yang lain, meskipun diam namun tetap tak bisa menyembunyikan kecemasan di wajahnya. Bahkan ada jemaah yang mencak2 dan mengancam bakal menuntut travel x setibanya di Jakarta nanti. Lalu saya sempet denger suami mbak Evi, salah satu jemaah, marah2 di telepon. Rupanya dia berhasil mengontak salah seorang karyawan dari travel x dan mempertanyakan tentang tiket kepulangan yang ternyata bodong. Namun hal itu gak membuahkan hasil karena ternyata si penerima telepon mengaku tak tau menahu urusan tentang tiket kepulangan karena dia hanyalah bagian marketing. Mendengar hal ini, jemaah yang lain jadi ikut terpancing emosinya. Wuah, suasananya bertambah tak terkendali. Ternyata benar yah, yang dikatakan orang tua, bahwa ketika dalam kondisi tertekan, watak asli kita akan muncul kepermukaan.


Tapi syukurlah, meski begitu, saya tidak merasa terganggu sama sekali. Saya dengan tenang dan under control, membimbing dan mengcover Adel dan Aya agar mereka tak mendengar situasi yang simpang siur ini. Ya, saya juga heran! Kok bisa2nya saya yang gampang panik ini, merasa tenang sekali di tengah suasana yang kacau balau seperti itu.










 ____kondisi simpang siur para jemaah di bandara____


Akhirnya mas Affan pimpinan dari travel AQ ditemani dengan 2 orang lain dari travel yang berbeda memutuskan untuk kembali ke hotel di Mekkah untuk menanyakan masalah ini kepada pihak travel di Mekkah.


Dalam kebingungan dan kecemasan saat menanti usaha dari 3 orang utusan yang kembali ke Mekkah, tiba2 salah seorang petugas bandara menghampiri rombongan kami lantas menanyakan permasalahan yang sedang kami hadapi. Setelah mendengarkan duduk permasalahannya, kemudian ia menginstruksikan agar seluruh paspor jemaah dikumpulkan, kemudian petugas itu pergi dengan membawa ke84 paspor dan diiringi satu utusan dari jemaah.


Saya juga gak begitu mengerti bagaimana kelanjutannya. Sengaja saya tak ingin terlalu ikut campur dalam keruwetan tersebut yang ujung2nya pasti malah makin memperkeruh suasana.


Menurut obrolan2 jemaah yang saya dengar sih, katanya travel x ini masih terbilang baru. Sebelum mereka terjun ke usaha travel, dulunya mereka kontraktor yang punya banyak hutang. Hush, sedang umroh kok percaya gosip! Tuh, bener kan? Terlalu banyak yang ikut bicara dan berusaha ngasih opini sendiri justru semakin membuat jemaah lain khususnya jemaah ibu2 dan nenek2 yang sudah sepuh makin kebingungan. Sudah ah!


Gak sampai 2 jam, tiba2 ada seorang lelaki warga negara indonesia yang menjemput kami di bandara. Dengan ramah lelaki itu meminta kami untuk keluar dan menaiki bus yang sudah disediakan. Aih, siapakah dewa penolong itu? Cerita punya cerita, ternyata petugas bandara yang mengumpulkan pasport jamaah tadi kemudian melaporkan ke pihak KBRI di Jeddah. Nah, dewa penolong tersebut adalah utusan dari KBRI untuk menjemput kami yang terlantar di bandara.







____saat jemaah kembali menaiki bus untuk diantar menuju sebuah hotel di Mekkah____


Seluruh jemaah akhirnya diinapkan kembali ke sebuah hotel di Mekkah. Semua biaya akomodasi dan konsumsi para jemaah selama diinapkan tersebut adalah menjadi tanggungjawab pihak KBRI selama KBRI mengusahakan kepulangan kami ke tanah air. Namun sampai berapa lama kami diinapkan kembali, kami tidak tau.


Dan syukurlah, kami ditempatkan di hotel yang nyaman bahkan lebih bagus dari hotel kami sebelumnya saat di Mekkah. Namun yang disayangkan, letak hotel ini terlalu jauh dengan Masjidil Haram. Ya kira2 lebih dari 3 kilometer lah. Akhirnya kami harus melaksanakan sholat 5 waktu di hotel saja. Selain jarak hotel dengan Masjidil Haram yang terbilang jauh, kami juga dihimbauan agar tidak bepergian terlalu jauh karena berita kepulangan bisa datang kapan saja.








____tiba di hotel dan saat menunggu pembagian kamar____


Saya pikir hanya rombongan jemaah kami yang terlantar di bandara dan terkatung2 di Mekkah seperti ini? Ternyata tidak! Esok harinya, serombongan jemaah berjumlah 77 orang dari kloter berbeda namun masih tetap dari travel yang sama tiba di hotel kami. Mereka pun mengalami kejadian serupa seperti kami kemarin. Dan mereka ditempatkan di hotel ini untuk waktu yang tidak ditentukan sambil menunggu tiket kepulangan.

Cerita pun makin berkembang tentang kekurangan2 travel x ini. Bahkan dari cerita2 beberapa jemaah dari berbagai daerah yang saya dengar, mereka malah sempat menginap di bandara cengkareng selama beberapa hari sebelum mereka mendapat kepastian berangkat dari jadwal yang seharusnya. Ada juga kelompok jemaah yang terkatung2 di Singapura karena jeda transit mereka hingga hitungan hari. Ada juga yang menghabiskan waktu dua malam di Colombo karena belum mendapat tiket untuk perjalanan selanjutnya.

Bahkan beberapa hari setelah kepulangan, saya baru tau jika ternyata mbak Rita, seorang calon jemaah dari tavel x juga yang saya kenal waktu manasik, ternyata juga belum berangkat! Padahal waktu itu mbak Rita direncanakan berangkat bulan Januari akhir, sementara saya yang dijadwalkan akhir Februari saja sudah bisa berangkat. Dan kasihannya lagi, mbak Rita terkendala saat meminta uangnya kembali.







Lah, kalo begitu saya dan jemaah rombongan kami termasuk jemaah yang beruntung dong? Meski kami harus transit di beberapa tempat, tapi jeda sari satu perjalanan ke perjalanan yang lain gak memakan waktu hingga berhari2 seperti jemaah yang lain. Sementara banyak jemaah lain yang harus mengalami cobaan sejak awal keberangkatan, sedang saya dan keluarga, hanya mengalami cobaan saat kepulangan.














____pemandangan sehari2 dari kamar kami di lantai 8____


____hingga menikmati jatah makan pun di dalam kamar sambil memandang keluar____


Singkat cerita, kami pun menghabiskan hari2 kami di hotel. Dari jendela kamar di lantai 8, setiap hari saya, adel dan aya menghabiskan waktu bercerita dan bercanda sambil memandang keluar.











____bener kan? mereka gak terpengaruh sama sekali dengan kondisi yang sedang kami hadapi, padahal kami terancam gak bisa pulang saat itu____








____bahkan emaknya aja juga gak khawatir tuh! yah, itung2 nambah nginep dua hari tanpa bayar lagi, iya kan? :)____


Beberapa kali semua jemaah berkumpul untuk saling berbagi informasi tentang kepulangan. Simpang siur kabar yang beredar di kalangan jemaah, membuat sekelompok jemaah ibu2 asal Padang panik dan menangis. Bagaimana tidak, entah siapa yang menghembuskan berita yang menyebutkan bahwa KBRI tidak akan mengusahakan kepulangan semua para jemaah yang kini berjumlah 161 orang kecuali menunggu kami dideportasi oleh pihak imigrasi Arab Saudi.

Siapa pun yang bendengar kabar tersebut pasti panik. Yang ada di pikiran setiap orang pasti pertanyaan tentang harus berapa lama lagi kami tinggal disini dan kapan kami bisa pulang? Tapi saat kami mendapat cobaan dengan kejadian yang menuntut tingkat kesabaran ini, lagi2 saya bisa begitu tenangnya menghadapi kabar yang simpang siur tersebut. Ada dua alasan mengapa saya bisa setenang itu. Satu, saya merasa tenang karena dalam situasi dan kondisi seperti itu kami sekeluarga ada di tempat yang sama. Dua, saya berusaha berpikir positif. Kami ini kan tamu2 Allah, barangkali Allah belum puas menjamu kami selama di rumahNya sehingga Allah meminta kami semua untuk menunda kepulangan ke tanah air. Dan bukankah hal itu menguntungkan karena kami masih diberikan kesempatan untuk kembali berdoa sebanyak2nya di tanah haram? Berbekal keyakinan bahwa Allah tak akan menguji hambaNya diluar batas kemampuan umatNya, saya pun pasrah dan berserah diri pada Tuhan.






____siap2 untuk pulang ke tanah air____


Dan alhamdulillah, atas kuasa Allah, do'a kami pun diijabah. Berita gembira pun kami terima tepat di hari kedua. Besok malam kami bisa pulang! Puji syukur tak henti2nya kami ucapkan ketika menerima kabar yang bahagia ini.


------






Tepat jam 10 malam, kami segera meninggalkan Mekkah menuju Bandara King Abdul Aziz di Jeddah. Sekitar pukul 3 pagi waktu Jeddah, saya bersama ratusan penumpang lain kemudian berdesak2an memasuki pesawat Saudi Airlines yang ternyata tidak memberlakukan nomor seat bagi semua para penumpang. Saya pun sibuk mencari sederet kursi untuk kami bertiga. Sengaja saya hanya mencari tiga tempat duduk sesuai kesepakatan saya dan suami karena dia sudah direpotkan dengan sebuah ransel dan tas saat masuk ke dalam pesawat. Tersendat2 saya berjalan diantara keriuhan penumpang dan teriakan2 pramugari dalam mengatur bawaan para penumpang "please, take the baggage over here! atau ...over there!" saya pun ikut sibuk bilang "Permisi.... Permisi... Permisii..." berkali2 pada para penumpang yang memenuhi selasar pesawat sambil mata mencari tempat yang kosong untuk kami bertiga. Dan tiba2 langkah saya terhenti akibat seorang pramugara yang sedang membantu menaikan tas seorang ibu ke dalam kompartemen menghalangi jalan saya.


"Excuse us..." tegur saya yang berdiri menanti di sampingnya.


"Aha! you can speak english, right?" tanyanya kepada saya setelah sebuah tas besar berhasil dia masukan kedalam kompartemen di atas kepalanya lalu menutunya rapat2.


"Eeem... yes, a little" jawab saya ragu2 sambil mengangkat tangan kanan saya dan menyejajarkan antara ibu jari dengan telunjuk membentuk jarak yang tipis seperti ketika hendak mengukur ketebalan kertas, semata untuk meyakinkan pramugara itu bahwa inggris saya bener2 tipis.


"Come with me!" perintahnya kemudian pada saya.


Hanya butuh beberapa langkah, kami tiba di sederet kursi yang berada di sisi kanan pesawat.


"You can sit over here, Mam" dengan tangan kanannya, ia mempersilakan kami bertiga.


Kursinya sendiri cukup nyaman. Terdapat ruang yang lapang kira2 dua meter antara tempat duduk saya dengan senderan kursi di depan saya. Langsung kebayang deh kalo sepanjang perjalanan saya bakal bisa selonjorin kaki.


"Thank you!" ucap saya sambil tersenyum. Dan tanpa berpikir panjang, saya kemudian langsung menduduki kursi ternyaman dengan space kaki yang lapang. Ah, rupanya cuma butuh bisa ngomong inggris dikit aja, saya udah bisa dapet tempat duduk layaknya penumpang VIP.


Rasanya baru beberapa detik saya mendaratkan pantat dan menyenderkan punggung pada sandaran kursi, kemudian si pramugara yang berwajah arab tadi kembali ngajak ngomong saya, bla bla bla bla bla bla.... sambil tangannya menunjuk pada sebuah kotak yang melekat pada dinding pesawat tepat di depan saya. Lalu selanjutnya dia menunjuk pada sebuah tuas berwarna merah disisi kotak dengan tulisan TURN TO OPEN. Lantas saya pun serasa tersengat listrik ratusan watt. Hah, jadi ini pintu darurat! (۳º̩̩́_º̩̩̀)۳ pantes tuh pramugara butuh orang yang bisa bahasa inggris! eemm... oke saya ralat, maksudnya orang yang ngerti inggris, hingga dalam kondisi darurat saya bisa disuruh2 sama dia. Padahal sungguh, dia salah orang!! Dan entah kenapa mendadak jadi saya pengen ngaku ke pramugara itu jika ketika jaman les di LIA dulu gue sering bolos. (˘_˘")


Adel kemudian merengek dengan wajah ketakutan minta agar kami pindah dari kursi yang sedang kami duduki setelah pramugara tadi pergi berlalu. Kalo Aya sih jangan ditanya. Dia malah justru semangat banget bisa menempati kursi istimewa tersebut.


"Tunggu disini!" perintah saya pada Adel dan Aya. Kemudian saya berjalan sepanjang lorong pesawat sambil celingukan kiri kanan mencari kursi kosong. Tapi hingga saya mencapai ujung deretan kursi paling belakang, tak ada lagi tersisa sederet kursi kosong yang saya cari. Gak menyerah, saya pun kembali ke tempat duduk melalui lorong disisi yang lain dari pesawat. Memang masih ada 3 kursi kosong tapi tidak pada deret yang sama. Tapi lantaran saya gak berhasil mendapatkan sederet kursi yang saya cari, akhirnya Adel bersedia juga untuk duduk di tempat semula.


Setengah jam setelah lepas landas, saya langsung tertidur. Badan rasanya benar2 teramat lelah. Sementara itu pramugara yang saya lupa namanya dan belakangan saya tau berkebangsaan India bukan Arab seperti dugaan awal saya tadi, ternyata menempati kursi kru yang terletak tepat di hadapan kami. Saya masih tersadar ketika pramugara itu asik mengajak bermain Adel dan Aya game tic tac toe alias catur jawa sebelum akhirnya saya jatuh tertidur. Entah berapa lama saya tertidur, tiba2 saya dibangunkan Aya yang duduk disamping kiri saya lalu bertanya,


"Bunda, Bollywood itu apaan?" bisik Aya sambil menyikut saya.


Rupanya pramugara itu bertanya apa mereka suka menonton film2 bollywood. Seperti keengganan Adel dan Aya pada musik dan artis2 korea, mereka pun gak suka menonton film2 india. Lantas saja wajah pramugara itu langsung muram. Yah, gimana mau suka? wong emaknya aja gak doyan! seingat saya, film india yang pernah saya tonton hanya film slumdog millionaire. Itu pun produksi hollywood bukan bollywood.






Adel dan Aya mengisi waktu mereka dengan tidur, ngobrol, tidur, ngobrol lagi sepanjang perjalanan Jeddah - Jakarta. Sedangkan saya, tidur, tidur dan tidur. Dan terbangun ketika para kru pesawat membagikan jatah sarapan atau pun makan siang. Oia, Aya selalu mendapat makanan ekstra dari pramugara tersebut.


"I'm her boyfriend" ucapnya pada saya sambil memenyodorkan sekaleng minuman soda dan sepotong chocolate ganache cake lagi pada Aya. Yang lantas saya habiskan berdua Adel karena Aya 'alergi' sama kue2 sejenis cake kaya gitu.





Tepat pukul 7 malam, akhirnya kami mendarat di bandara cengkareng setelah menempuh 9 jam lamanya

perjalanan. Begitu sampe rumah, yang saya cek adalah kurma muda pesenan Lisa. Dan ternyata kurma muda yang awalnya berwarna hijau kekuningan itu telah berubah warna menjadi coklat gelap dan lembek alias matang! Jadi maaf ya, Lis... akhirnya gue hanya bisa mengirim pentil2 kurma yang gue beli di laut merah itu ke elo. ┐(ˇ.ˇ")┌


------







Inilah kisah perjalanan umroh saya dan keluarga. Adapun kisah2 yang saya ceritakan disini bukan bermaksud untuk pamer ataupun untuk membanggakan diri. Saya hanya ingin sekedar berbagi pengalaman tentang perjalanan ibadah saya. Saya hanya ingin berbagi tentang siapa yang saya temui, apa saja yang saya jumpai, apa yang saya lihat, saya dengar dan saya rasakan.


Setelah mengalami seluruh kejadian ini, saya kemudian bisa mengambil pelajaran jika ada baiknya sebelum merencanakan perjalanan umroh, ada baiknya jauh2 hari kita mencari travel yang kredibilitasnya bisa dipertanggungjawabkan. Lebih baik lagi jika travel tersebut adalah rekomendasi teman atau kerabat yang sudah pernah memakai jasa travel tersebut sebelumnya. Oia, sekali lagi, jangan pernah tergiur potongan harga yang diberikan travel.


Hal inilah yang memacu saya untuk menuangkannya di dalam blog ini. Saya hanya tak ingin jika pengalaman yang saya alami ini dengan mudah hilang dari ingatan, seperti debu yang menempel di permukaan lalu hilang

tersapu waktu, makanya saya mencoba menuliskannya disini. Sekedar untuk saya baca2 lagi disembarang waktu. Syukur2 bisa bermanfaat bagi orang lain yang kebetulan membacanya.

Mendadak saya jadi ingat kata2 seorang teman yang dalam waktu dekat berencana pelesiran ke negeri tentangga, yang bilang jika umroh itu bukanlah rukun wajib. Wajib tidaknya ibadah umroh itu berpulang lagi pada pendapat masing2 orang. Punya kekhawatiran takut tak berumur panjang apabila harus menanti daftar tunggu haji yang kian waktu makin keterlaluan yaitu sepuluh tahun, perjalanan umroh pertama saya ini juga saya niatkan untuk belajar berhaji lewat haji kecil ini. Semoga ketika Allah berkenan mengundang saya lagi untuk berhaji kelak, sedikit banyak saya sudah tau apa yang harus saya lakukan sehingga saya bisa melaksanakan rukun2 haji dengan tertib dan khusu'. Lagi pula, Rasulullah saja dahulu pernah berumroh sebelum berhaji.


Sekali lagi, kisah saya ini memang bukan kisah extravaganza. Cerita ini sesungguhnya hanya cerita sepele yang saya alami. Namun begitu, tentu saja bagi saya yang mengalaminya langsung kejadian2 tersebut, sungguh memberi kesan yang begitu mendalam dibalik kisah2nya.


Meski hanya cerita sepele, tapi bagi saya kisah2 ini lebih dari sekedar kisah biasa yang cuma layak diunggah ke alam facebook atau dikicaukan di twitter. Sungguh ada kenikmatan tersendiri begitu selesai menuliskannya. Kalo boleh saya anologikan seperti orgasme setelah penetrasi. **aih! kenapa larinya kesitu?(´._.`)**


Dan akhir kata, tiada gading yang tak retak, begitu pula saya, tiada penulis yang tak dapat royalti **(¬_¬") lirik lisa!** harapan saya gak muluk kok, semoga kisah singkat saya ini **segini singkat?** bisa menginspirasi kalian para pembaca sekaligus dapat mengambil hikmahnya **jiah! berasa kaya' guru ppkn gue (˘▽˘┐)** Terima kasih dan sampai jumpa dikisah2 saya selanjutnya... \(´▽`)/


2 komentar:

It's My Life mengatakan...

terima kasih sayang..sudah mau berbagi cerita..dan terima kasih juga buat semua yang udah lu berikan ke aku vo..mudah2an aku bisa kesana..dan bisa merasakan juga apa yang lu rasakan vo...*huuaa jadi pengen nangis*

fauziyah fuad mengatakan...

do'amu saya amini tiga kali dari sini...

oia, kalo jadi kesana ngajak saya ya! biar gak nyasar. :)

Web Statistics