Pages

Selasa, 19 Maret 2013

ditaklukan pinguin di masjidil haram

Hari ini waktunya saya dan rombongan jemaah untuk berangkat menuju Mekkah. Selesai makan siang, sambil menunggu bus yang akan mengantar kami hingga Mekkah, semua jemaah sudah berkumpul di loby hotel dengan koper masing2. Dan semua sudah siap mengenakan ihram yang warnanya serba putih. Jika para jemaah lelaki harus mengenakan ihram yang terdiri dari dua lembar kain putih yang tidak berjahit, namun untuk jemaah perempuan berihramnya lebih simpel yaitu mengenakan baju berwarna putih. Semenjak berihram ini, semua jemaah harus memulai beberapa pantangan yaitu tidak memakai parfum, mencabut rambut, memetik tumbuhan, membunuh binatang dan menjaga lisan.


____wajah2 kelelahan dalam perjalanan dari Madinah ke Mekkah____

Perjalanan dari Madinah ke Mekkah memakan waktu hingga 8 jam. Dan kami harus mampir dulu di Bier Ali ketika baru 2 jam perjalanan. Di Bier Ali kami harus mampir untuk ambil Miqat. Miqat adalah tempat untuk mulai melafazkan niat umroh/haji sebelum memasuki tanah haram. Karena kami berangkat dari Madinah, maka kami harus mengambil miqat di Bier Ali. Dahulu, Rasulullah juga ambil miqat disini.


____taman kurma di bier ali____

Mesjid di Bier Ali ini cantik sekali. Bentuknya segi empat dengan taman kurma di tengah2nya. Kami menjamma' sholat dzuhur dan sholat ashar sekaligus mengingat perjalanan kami ke Mekkah masih jauh. Do'a khusus saya panjatkan, 'Ya Allah, tolong lapangkan jalanku, mudahkanlah dalam setiap proses umroh yang akan kami lakukan dan jadikan umroh kami makbul'


____pemandangan selama perjalanan menuju Mekkah____

Setelah sholat sunnah dua rakaat dan berniat umroh di Bier Ali ini, maka perjalanan kami lanjutkan kembali. Kalimat talbiyah tak putus2 kami ucapkan berulang2 dalam perjalanan menuju Mekkah. Karena kelelahan, saya pun kemudian tertidur. Terbangun sebentar, kemudian tidur lagi. Saya benar2 ingin memanfaatkan waktu perjalanan ini dengan istirahat semaksimal mungkin agar badan gak kepayahan pas waktunya umroh nanti mengingat badan saya masih meriang karena demam.

Sekitar pukul 10 malam kami tiba di kota Mekkah. Setelah meletakan koper di kamar yang sudah dibagikan, lantas kami kembali lagi berkumpul di loby hotel. Di loby, banyak jemaah yang sudah berkumpul disana. Setelah sejenak mendapat arahan dari pemimpin rombongan, dengan berpakaian ihram yang kami kenakan sejak dari Madinah pagi tadi, lantas seluruh jemaah yang berjumlah 84 orang itu pun berangkat menuju Masjidil Haram bersama2 dengan berjalan kaki untuk melaksanakan rukun umroh.


____berjalan menuju masjidil haram____


Berbeda dengan di Madinah, kini jarak hotel tempat kami menginap dengan Masjidil Haram lumayan jauh, kira2 1,5 kilometer. Dalam perjalanan menuju Masjidil Haram, tak henti2nya tanya singgah di benak saya. 'Kabah itu seperti apa ya? Apa bentuknya sama seperti gambar2 yang selama ini saya lihat di televisi dan buku? Dan apa saya bakal seperti orang lain yang mendadak terharu begitu melihat Kabah?'. Dan diantara tanya2 saya itu, sesekali mata saya pun tak lepas menatap pemandangan kota Mekkah pada tiap sudut jalan yang saya lewati. Ooh begini toh kota Mekkah...

____pemandangan kota Mekkah____


Sambil berjalan, saya pun kembali mengulang2 do'a, memohon agar saya sekeluarga dimudahkan dalam melaksanakan ritual umroh ini pada Tuhan. Pada saat bersamaan, tiba2 saja seorang ibu yang usianya sudah sepuh, berbadan gemuk, pendek dan cara jalannya kaya' pinguin **ampuni saya Tuhan!** mendadak berjalan mendahului saya. Menilik cara jalannya, saat itu juga saya merasa iba pada ibu tersebut. Gimana gak, mengingat jarak yang harus ditempuh saat ibadah Tawaf yang harus mengelilingi Kabah sebanyak 7 kali putaran yang diperkirakan total jaraknya mencapai 5,6 km dan ibadah Sa'i yang harus bolak balik dari Shafa ke Marwa yang diperkirakan total jaraknya adalah 2,8 km, apa ibu itu sanggup? tanya saya dalam hati. Gini2, saya yang tiap hari jalan sekitar 3 kilo di atas treadmill tiap kali ngegym aja kadang masih suka menyangsikan kekuatan saya. Ah, semoga saja kami semua kuat dan sanggup menjalankan Tawaf dan Sa'i hingga selesai, begitu juga ibu itu. Amin.




____pelataran Masjidil Haram____


Akhirnya tiba juga kami di Masjidil Haram. Agak deg2an saya begitu sadar jika sebentar lagi akan segera melihat Kabah. Dan rasa penasaran yang sejak dalam perjalanan tadi akhirnya terjawab sudah. Gak lama setelah saya masuk dari pintu King Abdul Aziz Gate 1, tiba2.... Voila! Kabah, bangunan segi empat setinggi 15 meter yang berdiri di tengah2 Masjidil Haram itu, berdiri megah di depan saya.




Melihat Kabah di depan saya, mendadak perasaan jadi gak menentu. Keharuan menyelimuti perasaan saya. Detik itu juga saya merasa betapa Tuhan telah memberi nikmat yang luar biasa dengan memberi saya kesempatan untuk melihat Kabah dari dekat. Disana, di negara saya, ada jutaan muslim yang berharap bisa melihat langsung Kabah namun belum bisa terpenuhi harapannya. Sedangkan saya sekarang ada disini, dan akan bertawaf mengelilinginya. Saya pun tak henti2 mengucapkan syukur pada Allah.

Melihat pusaran jemaah yang tawaf di depan saya, tiba2 saja sanggup menyadarkan betapa sesungguhnya saya teramat kecil dan gak ada apa2nya! Jadi sangatlah tidak beralasan jika selama ini saya sering merasa lebih dari orang lain. Air mata pun tak lagi sanggup saya bendung. Meluncur sederas derasnya.

Dan kami pun segera mulai bertawaf. Mengelilingi Kabah sebanyak 7 kali putaran dimulai dan diakhiri disisi dimana Hajar Aswad berada. Kami sengaja membuat formasi lingkaran dengan menempatkan para jemaah perempuan di tengah2 dan para jemaah lelaki mengelilingi lingkaran dengan maksud agar seluruh jemaah tidak terpisah. Namun rupanya mebuat 84 jemaah tetap menjadi satu dalam sebuah lingkaran itu sangat sulit.  Tubuh2 Asia kami berkali2 harus rela terhimpit oleh jemaah2 dari negara lain yang umumnya berbadan besar. Akibat jemaah2 dari berbagai negara yang memotong jalur untuk mendekati Hajar Aswad yang seolah tidak mempedulikan keselamatan jemaah lain selain dirinya sendiri, akhirnya lingkaran kami pecah. Kami terpisah2 menjadi kelompok2 kecil. Dan kami pun harus berjuang sendiri2.



Jujur saja, ada rasa khawatir terselip di hati saya. Masjidil Haram sungguh2 berbeda dengan Mesjid Nabawi. Masjidil Haram lebih besar dari Nabawi. Ada ribuan orang yang tawaf mengelilingi kabah. Dan saya tak boleh lepas mengawasi Adel dan Aya selama tawaf. Kondisi bertawaf yang harus mengangkat tangan kanan tiap kali melewati Hajar Aswad sambil mengucap "Bismillahi Allahuakbar" membuat saya tak mungkin menuntun Adel dan Aya disebelah kanan dan kiri saya. Saya benar2 takut mereka terlepas dari saya. 



Maka saya meminta Adel dan Aya untuk jalan berdampingan lalu saya akan mengawasi mereka dari belakang. Sementara suami berjalan dibelakang saya untuk mengawasi kami bertiga. Namun jangan dikira mudah mengawasi Adel dan Aya yang berjalan di depan saya, dari belakang semua jemaah perempuan terlihat sama! dengan kerudung putih yang mereka kenakan. Tapi untunglah, dari pita yang saya kenakan untuk menandai koper kami berempat agar mudah dicari ditiap kami tiba di bandara, kemudian saya ikatkan di kerudung bagian belakang, saya lumayan bisa membedakan Adel dan Aya dari jemaah lain.




Terjadi saling dorong, dan saya pun dengan sekuat tenaga berusaha menahan himpitan jemaah dari kanan dan kiri saya. Baru dua kali putaran saya berjuang seperti itu, tenaga saya pun melemah. Ya sudah, akhirnya saya memilih pasrah. Berserah diri mengikuti pusaran tawaf sambil tidak lepas pandangan dari Adel dan Aya yang masih tetap berjalan di depan saya. Toh, jika semakin saya melawan, tenaga saya akan semakin terkuras dan kami makin tergencet.




Saat saya fokus konsentrasi pada Adel dan Aya, dua orang nenek yang semula berjalan di belakang saya tiba2 berjalan merapat di kanan dan kiri saya sambil mencengkram kedua lengan saya. Kecemasan nampak di wajah kedua nenek tersebut. Lantas saya melepaskan cengkraman tangan mereka kemudian berbalik merangkul mereka dengan kedua tangan saya kiri dan kanan dan jalan beriringan hingga putaran tawaf selesai.

Usai bertawaf, kami lantas berjalan menuju Maqam Ibramin. Maqam Ibrahin merupakan batu pijakan tempat nabi Ibrahim berdiri ketika membangun Kabah. Jemaah haji dan umroh dianjurkan untuk melaksanakan sholat sunnah dua rakaat disini usai tawaf. 




Untuk pertama kalinya dalam hidup, akhirnya saya bisa sholat dengan pandangan tidak menunduk pada sajadah di bawah saya, namun pada Kabah yang berdiri kokoh di depan saya. Selesai sholat, masih dengan pandangan terpana pada Kabah dihadapan saya, mendadak perasaan di dada jadi haru biru. Saya lagi2 lupa mengucap do'a yang seharusnya saya ucapkan. Allahu Akbar... Allahu Akbar... demikian berulang2 kalimat yang keluar dari bibir saya.

Berada tepat di depan Kabah, saya menangis sejadi2nya. Namun kemudian saya tersadar. Saya teringat atas dosa2 saya yang bertumpuk lantas memohon ampunan pada Allah. Saya juga meminta agar Allah memberi kesempatan dan memberi jalan pada saudara2 dan teman2 saya untuk bisa datang kemari untuk memenuhi panggilanNya. Agar mereka semua bisa merasakan perasaan luar biasa seperti yang saya rasakan sekarang ini.



____berjalan menuju tempat Sa'i____


Selesai tawaf, kami lanjutkan dengan Sa'i. Saya sempat melirik arloji di pergelangan tangan kanan saya. Pukul setengah lima pagi waktu Indonesia. Sedangkan di Mekkah, saat itu pukul setengah satu dini hari! Saat teman dan handai taulan saya barangkali saat itu sedang bersiap untuk berangkat beraktifitas, justru saya dan keluarga baru saja usai berjuang saat bertawaf tadi dan baru hendak bersa'i dari Shafa ke Marwa. Memang sengaja saya gak merubah jam tangan sejak saya tiba di Madinah tempo hari. Gak ada alasan khusus sih, hanya saja saya ingin bisa tetap membayangkan apa saja yang sedang dilakukan saudara2 dan teman2 saya di tanah air. Huaaaahh...! mendadak kangen--




____memulai Sa'i_____


Kegiatan Sa'i yaitu bolak balik dari Shafa ke Marwa sebanyak 7 kali ini sesungguhnya untuk mengenang ketakwaan Siti Hajar saat mencari air untuk putranya Ismail yang kehausan. Tak berbeda dengan saat Tawaf, disini pun ada ribuan jemaah yang sedang melaksanakan Sa'i. Tapi di tempat Sa'i ini lebih nyaman. Jika kita lelah, kita bisa menepi dulu untuk beristirahat atau minum air zamzam yang memang disediakan di sepanjang jalan antara Shafa dan Marwa sebelum melanjutkan Sa'i kembali. Duh! gak kebayang deh jika kondisi Shafa dan Marwa kini masih berbentuk bukit seperti jaman dahulu.




 ____menepi untuk melepas lelah sejenak____


Meski lebih nyaman, namun kondisi tubuh saya benar2 drop akibat kelelahan. Paha sebelah kiri saya terasa sakit ketika saya gunakan untuk melangkah. Semakin nyeri tiap kali saya pakai untu mendaki di bukit Shafa atau di bukit Marwa. Akhirnya dengan agak terpincang2 sambil menahan nyeri, saya terus menyelesaikan Sa'i yang saat itu saya sendiri gak tau sudah putaran keberapa. Selanjutnya saya hanya mengikuti langkah pimpinan rombongan.






Saat pikiran saya terpecah, antara harus tetap mengawasi Adel dan Aya, juga pada nyeri yang mendera kaki saya, mendadak ibu gemuk, pendek yang cara jalannya kaya' pinguin **maafkan saya lagi, Tuhan!** berjalan menyalip dan mendahului saya. Dari cara jalannya, nampak sekali jika ibu itu terlihat baik2 saja. Meski cara jalannya tetap terlihat seperti pinguin, tapi tak sedikit pun terlihat kelelahan ataupun kesakitan seperti saya. 




Saya beristighfar berkali2. Saat itu juga, saya seolah diingatkan akan perkataan saya yang menyangsikan kesanggupan ibu tersebut untuk melaksanakan Tawaf dan Sa'i saat berangkat tadi. Saya luruskan niat saya lagi dan memohon ampun pada Tuhan. Barangkali Tuhan mau mengingatkan saya, agar tidak selalu sombong dengan kondisi badan saya yang biasanya sangat sehat dan meremehkan orang lain yang terlihat tua dan renta. Lantas mendadak sakit di kaki saya hilang setelah saya menyadari kesombongan saya? Ya gak juga! Sepanjang sisa perjalanan bersa'i, masih dengan menahan nyeri di kaki, saya berdo'a agar diberi kekuatan untuk melakukan kegiatan ini sampai selesai. 






____melepas lelah usai tawaf dan sa'i____






Alhamdulillah, meskipun didera nyeri kaki dan kelelahan yang luar biasa, kami semua berhasil menyelesaikan Sa'i dengan lancar. Kami pun menggunting sedikit rambut kami sebagai tanda selesai melaksanakan rukun2 umroh. Saya sudah berumroh! Senang banget rasanya. Dan dengan demikian larangan2 selama ihrom pun terlepas sudah.




____pulang menuju hotel____


Selesai melaksanakan umroh, lantas kami pulang menuju hotel. Hampir jam 3 waktu Mekkah ketika kami tiba di hotel. Gak pake cerita2 lagi, saya, Adel, Aya dan suami langsung menuju tempat tidur. Duh, rasanya nikmat banget bisa merebahkan tubuh di atas kasur. Tapi bukannya tidur pulas, justru saya gelisah gak bisa tidur karena kelelahan. Saya lihat Adel, Aya dan suami sudah lelap di tempat tidurnya masing2. Tinggal saya yang masih terjaga dan mengulang2 potongan2 peristiwa atas kejadian yang tadi saya alami. Entah berapa lama saya terjaga, tapi akhirnya saya tertidur juga. Dan kami semua bangun ketika sinar matahari yang menyilaukan menerobos tirai yang menutupi jendela. Sinarnya sungguh menyilaukan mata kami yang masih terpejam. Saya raih jam tangan di atas meja. Jam 12 siang waktu Indonesia. Hah! itu artinya jam 8 pagi waktu Mekkah. Huaaaahh.....kami terlambat sholat subuh!!!




-----nantikan episode selanjutnya-----

0 komentar:

Web Statistics