Pages

Rabu, 13 Maret 2013

mukena made in tanah abang

"Ternyata kebab itu enak juga, ya!" demikian pendapat saya begitu selesai mengunyah gigitan pertama kebab yang saya beli di restauran dekat hotel. Pasti kalian langsung bertanya2, "ah, masa sih lo belom pernah ngerasain kebab, Vo?" Iya, jujur ini baru pertama kali ini saya makan kebab! Dan saya ngerasa telat banget karena baru ngerasainnya sekarang. Tapi sebenarnya ada alasan tersendiri mengapa saya gak tergiur untuk mencicipnya ketika jenis makanan ini mulai booming dan banyak dijajakan di tiap sudut jalan di Jakarta. Tampilan kebab yang dilipat dan dibungkus kaya' orok dibedong inilah yang kemudian bikin gue gak tega mau makannya. :(

Namun untuk selanjutnya, saya pun kalap. Bentar2 lari ke restauran yang jual kebab sekiranya makanan yang disediakan oleh catering hotel gak cocok sama selera saya. Meski saya selalu gak pernah sanggup menghabiskan kebab yang saya beli karena porsinya yang besar, juga rasanya yang menurut saya terlalu hambar buat lidah orang indonesia, tapi saya gak kapok. Tetap saja menggugah selera. :) Solusinya, saya selalu menambahkan keju slice dalam tiap gigitan. Hhmmm.... yummyyyyy!! **nelen ludah**

Udah dulu ah, ngomongin makanannya.





Di hari kedua, saya dan Aya mulai diserang gatal2 pada kulit disekujur tangan dan kaki. Awalnya saya bingung juga, kenapa ini? Tapi belakangan saya tau, rupanya gatal2 itu dikarenakan permukaan kulit menjadi sangat kering karena tidak bisa memproduksi kelenjar minyak disebabkan iklim Madinah yang dingin sekali saat malam dan panas banget pada siang hari. Kegemaran orang Indonesia yang mandi sehari dua kali memperparah kondisi ini. Kulit semakin terasa kering. Lotion yang saya bawa dari rumah, hanya mampu membuat kulit lembab beberapa menit saja, setelahnya, kembali kulit terasa kering dan kaku macam permukaan balon yang ditiup.

Di bulan Februari ini sebenarnya cuaca Madinah sangat bersahabat dalam artian tidak terlalu panas. Malamnya dingin berangin sedangkan siangnya matahari bersinar tidak terlalu terik. Tapi bagi saya yang begitu sangat2 mencintai hujan, matahari siang di musim dingin di Madinah ini, saya rasakan bagai sengatan panas yang luar biasa. Hingga suatu ketika saat saya sedang mengantri di restauran untuk membeli kebab, mendadak saya merasakan hidung saya mengeluarkan cairan yang begitu saya seka menggunakan tisu ternyata cairan yang keluar dari rongga hidung itu berwarna merah segar. Ah, saya mimisan karena kepanasan. Padahal sejak saya tiba di Madinah, saya usahakan untuk selalu pakai masker yang tiap beberapa menit sekali saya basahi menggunakan evian spray yang memang sudah saya persiapkan dari rumah (dan untungnya lolos dari security check di semua bandara!) agar hidung tidak kering dan gak mimisan. Tinggal semprot di wajah, sret-sret-sret, muka langsung lembab dan segar. Tapi entah kenapa, saya mimisan juga akhirnya. Dan saya harus mengalaminya hingga dua kali. :(

------





Rasulullah pernah bersabda;

"Tempat diantara rumahku dengan mimbar mesjidku adalah salah satu taman surga"

____mimbar Rausulullah____


Tempat inilah yang kemudian dinamakan Raudhah. Dan di sanalah dipercaya jika semua do'a yang kita panjatkan pada Allah pasti dikabulkan. Maka gak heran jika banyak orang yang berlomba2 untuk bisa mengunjungi Raudhah dan berdo'a disana. Bagi jemaah perempuan, Raudhah tidak bisa setiap saat dikunjungi. Sungguh beruntungnya bagi jemaah lelaki yang bisa setiap saat mengunjungi Raudhah dan berdo'a disana, sementara bagi jemaah perempuan, Raudhah dibuka hanya diwaktu2 tertentu saja.

Dan kebetulan pada malam jum'at Raudhah dibuka untuk jamaah perempuan, lantas saya, Adel, Aya, dan para jemaah perempuan lainnya tak membuang kesempatan itu. Usai makan malam, sekitar jam 10 malam waktu Madinah, diantar oleh ustadzah Umi, asal Makasar dan telah puluhan tahun bekerja dan menetap di Madinah, kami pun diantar dan dipandu menuju ke Raudhah.

Sambil berjalan kaki dari hotel menuju Raudhah, trik2 khusus diberikan oleh ustadzah Umi pada kami agar bisa menempati saf pertama dan sholat sunnah dua rakaat di sana. Namun jangan harap bisa duduk dan berdo'a dengan hikmad usai sholat di Raudhah, dikarenakan begitu banyaknya jemaah yang ingin sholat dan berdo'a di Raudhah.

"Ambil kesempatan berdo'a pada setiap sujud dan tahiyat akhir" demikian ustadzah Umi mengajari kami. Maka tak heran jika jemaah yang sholat, memanfaatkan waktu sujud lamaaaa sekali.






____tempat mu'azzin mengumandangkan adzan____


Oia, yang namanya Raudhah ini luasnya gak lebih dari 22 x 15 meter, jadi bisa kebayangkan bagaimana kami harus berjuang berebut tempat dengan jemaah lain dari berbagai bangsa agar bisa sholat di tempat yang multazam ini.

Begitu memasuki masjid dan berjalan mendekati Raudhah, ternyata kami tak lantas bisa masuk ke Raudhah begitu saja. Kami lebih dulu harus duduk dan mengantri, bergantian dengan jemaah dari negara lain yang saat itu sudah lebih dulu antri atau sedang melaksanakan ibadah dalam Raudhah. Mendekati pukul 12 malam, barulah kami mendapat giliran memasuki Raudhah.




____suasana dalam raudhah____

Note!
Foto2 dalam raudhah ini diambil dari lokasi raudhah jemaah laki2 oleh suami saya. Kalo dari lokasi jemaah perempuan raudhah tidak bisa terlihat sejelas ini. Lagi pula setiap jemaah perempuan yang hendak memasuki mesjid akan diperiksa oleh para askar wanita di depan pintu mesjid dan akan dilarang masuk mesjid jika kedapatan membawa kamera! kecuali para jemaah lelaki tentunya. Entah apa maksudnya...

Perjuangannya sungguh luar biasa! Saya sambil tak lepas pandang dari Adel dan Aya yang berjalan di depan saya, harus rela berdesak2an, sikut2an, saling dorong, mengerahkan segala kekuatan agar bisa mendekat dan menempati tempat yang multazam untuk sholat. Syukurlah, Adel dan Aya mendapat tempat di saf kedua. Gak buang waktu, mereka pun sholat dua rakaat. Sementara saya masih belum bisa sholat karena semua tempat masih penuh terisi jemaah yang sedang sholat.

Dengan arahan ustadzah Umi, saya disuruh menunggui seorang jemaah yang sedang sholat tepat dibelakangnya. Begitu orang tersebut selesai sholat, saya pun buru2 mengambil tempatnya. Setelah menunggu lebih dari 5 menit, akhirnya saya kebagian tempat juga dan di saf pertama pula!! Hamdallah... :))

Dalam sholat, saya mendadak merasakan hening. Riuh para jemaah dan teriakan para askar dalam mengatur para jemaah yang kelihatan sholat kelamaan, tiba2 seolah menghilang. Tapi hal tersebut tidak berlangsung lama. Belum lagi raka'at pertama saya selesai, kekhusu'an saya seketika buyar setelah saya merasakan mukena saya seolah tertarik sesuatu kemudian disusul bunyi Ĝũßяªªªªªªkkк! setelahnya yang kencang tepat di belakang punggung saya. Ternyata seorang jemaah perempuan asal Turki berbadan besar segede kulkas dua pintu jatuh tersungkur. Rupanya perempuan Turki ini kesal menunggu karena jemaah asal Indonesia yang sedang sholat tepat di samping kiri saya menggunakan waktu sujudnya lamaaaaa sekali. Karena masih jengkel, perempuan Turki ini kemudian berjalan ke depan jemaah Indonesia yang sedang sholat tersebut lantas seenaknya saja duduk memunggunginya sambil berteriak2 lantang menggunakan bahasanya sehingga perempuan Indonesia itu tidak dapat melakukan gerakan rukuk dan sujud. 

Mata saya yang menangkap kejadian tersebut otomatis jadi gak khusu'. Wah gimana kalo saya yang diperlakukan seperti itu? tapi dengan tetap berusaha tenang, saya pun tetap melanjutkan sholat saya hingga selesai. Entah karena ngeri akan insiden barusan atau karena saya benar2 takjub karena akhirnya bisa sholat di Rudhah, di saf pertama pula, akhirnya pada saat sujud yang harusnya saya manfaatkan sebaik2 untuk berdo'a dan meminta pada Allah, saya justru jadi bingung mau berdo'a apa? Saya bingung apa yang harus saya minta pada Allah? Yang ada saya hanya bisa menangis, menangis dan menangis setiap kali sujud. Saat itu, seolah saya seperti sedang menangis di pangkuan mama saya dan belum sanggup bercerita apalagi meminta!, demikianlah yang saya rasakan. Lidah saya benar2 kelu saat itu. Saya sangat terharu.

Setelah saya mengakhiri sholat sunnah dua rakaat itu dengan salam, seorang ibu lain, masih asal Turki, yang menanti di belakang saya sepanjang saya sholat, kemudian membantu saya bangkit dari duduk. Dengan tangan kanannya yang menggenggam lengan saya erat dan sebelah tangan yang lain membelai wajah serta mengusap air mata saya yang masih berlinang di kedua pipi, dia kemudian bilang "Sukron! Sukron!!" (terima kasih! terima kasih!!) berkali2 sambil tersenyum dengan mimik muka lega pada saya.


____makam Rasulullah____

Selanjutnya, saya gak tau apa yang terjadi atas kelanjutan insiden tadi, karena ketika saya selesai sholat, perempuan Turki itu tetap menduduki tempat yang dipakai sholat jemaah Indonesia tersebut. Oia, belakangan saya baru kepikiran, rasanya kok mustahil jika pada kejadian itu, perempuan Turki tersebut jatuh tidak menimpa saya jika dilihat dari posisinya dan kondisi tempat yang sangat2 sempit itu. Tak putus2 saya mengucap syukur. Barangkali inilah kuasa Tuhan, hingga hanya ujung mukena saya saja yang tertarik saat perempuan itu jatuh.

Jam menunjukkan pukul 1 dini hari waktu Madinah ketika saya, Adel, Aya serta rombongan jemaah lain keluar dari mesjid selesai mengunjungi Raudhah. Sebenarnya saya belum puas sholat di dalam Raudhah. Apalagi saya sama sekali gak sempat berdo'a disana. Padahal sejak dari Jakarta saya sudah menuliskan apa saja keinginan saya yang kelak akan saya pinta pada Allah di tempat2 yang mustazab untuk berdo'a macam Raudhah ini.

Tapi saya kemudian menjawab kekecewaan diri saya sendiri [baca: menghibur diri sendiri!] dengan;
"tentu Tuhan tau apa yang saya inginkan tanpa saya harus mengucapkannya. Bukankah tergolong manusia dzalim bila saya dengan egoisnya menggunakan waktu sholat saya begitu lama semata2 hanya untuk berdo'a dan meminta pada Tuhan sementara di belakang saya telah mengantri ratusan bahkan ribuan jemaah lain yang ingin sholat di tempat saya sholat" Akhirnya perasaan saya pun tenang. Perlahan kekecewaan saya hilang. Meski dengan langkah letih, tapi terlihat wajah2 lega para jemaah saat kami pulang menuju hotel. Dan malam itu kami tidur teramat pulas.

------





Tenggorokan saya sakit, suara mulai serak dan badan terasa agak hangat ketika saya bangun esok paginya. Ah, saya mulai kena radang tenggorokan rupanya, sama seperti jemaah lain pada umumnya. Padahal saya sudah berupaya agar gak sampai tertular dengan meminum berbagi macam vitamin yang saya bawa. Usai sholat subuh dan sarapan, niat saya untu beristirahat sampai menjelang waktu sholat dzuhur tiba harus saya urungkan karena rencananya hari ini para jemaah akan diajak mengunjungi tempat2 bersejarah dan kebun kurma.

Selesai sarapan kami langsung berangkat menuju mesjid Quba. Setelah melakukan sholat sunnah tahiyatul masjid dua rakaat, kami lantas berangkat lagi mengunjungi mesjid Qiblatain dan Jabal Uhud.

Mesjid Quba adalah mesjid pertama yang dibangun dalam sejarah islam. Mesjid inilah yang menyongsong kedatangan Rasulullah saat hijrah dari Mekkah ke Madinah. Dan disini jugalah Rasulullah melaksanakan sholat jemaah secara terang2an.








Sementara Mesjid Qiblatain adalah mesjid dimana Rasulullah mendapat perintah untuk mengubah arah sholat dari Masjidil Aqsa di Yarusalem menjadi ke Masjidil Haram di Mekkah.







Dari mesjid Qiblatain, kami diajak mengunjungi jabal Uhud. Jabal Uhud adalah sebuah gunung sekirat 5 kilometer dari Madinah. Disini Rasulullah dan pasukannya bertempur melawan kaum Quraish setelah beliau hijrah ke Madinah.










____jabal uhud____


____kebun kurma____


Tiba di hotel hari sudah menjelang sore. Gak lama lagi adzan ashar pasti berkumandang. Setelah membersihkan diri, kami bertiga kembali menuju mesjid untuk sholat ashar. Sebenernya badan saya bener2 gak karuan, tapi karena mengingat hari ini adalah hari terakhir kami di Madinah karena besok harinya kami harus berangkat menuju Mekkah, maka saya paksakan untuk tetap berangkat sholat ke mesjid karena saya merasa sayang jika harus menyia2kan ritual untuk ibadah di mesjid Nabawi ini.

Setiba kami bertiga di mesjid, saya, Adel dan Aya pun mengisi waktu sebelum sholat ashar dimulai dengan membaca qur'an. Ketika sedang tekun membaca, tiba2 perasaan saya bilang kalo ada orang yang mengarahkan pandangannya pada kami bertiga. Begitu saya mengangkat muka, rupanya seorang perempuan berkulit putih [entah dari negara mana, tapi yang jelas dia berbahasa inggris] yang duduk di samping kiri saya terlihat sedang mengarahkan kamera ponselnya pada kami bertiga. Gak puas, kemudian dia beranjak maju hingga posisinya kini berada pas di depan kami. Tanpa sungkan perempuan itu kemudian merekam saya, Adel dan Aya yang sedang membaca qur'an hingga berdurasi hampir 5 menit. Tapi karena hari itu badan saya sedang bener2 gak enak, jadi saya kembali meneruskan bacaan saya dan tanpa melemparkan senyum sedikitpun pada perempuan tersebut. Kejadian2 unik kaya' begini kerap kami rasakan selama di Madinah. Gak tau kenapa, mungkin tampang2 kaya saya, Adel dan Aya ini unik kali ya? :P

Pulang sholat, gak biasanya sore itu jalanan menuju kembali ke hotel penuh sesak oleh jemaah dan rada tersendat. Jika di waktu2 lain jalanan memang biasa ramai oleh jemaah yang hendak kembali ke hotel, namun sore itu berbeda dari biasanya. Selain pedagang kali lima yang menggelar dagangannya di sepanjang jalan keluar mesjid hingga selalu membuat jalanan makin sesak akibat para jemaah yg menghentikan langkahnya untuk berbelanja, ternyata begitu saya keluar gerbang mesjid, disana sudah terdapat satu unit mobil polisi yang terparkir di pinggir jalan rada ke tengah. Di samping mobil, seorang polisi sedang memeriksa sebuah dompet yang dia sita dari saku seorang pemuda Arab berusia 17an yang saya baca dari rautnya seolah bilang bahwa ia tak bersalah.

Pemuda tersebut ternyata diduga memiliki dompet yang bukan miliknya.
Meskipun saya gak tau bagaimana akhir dari kisah penangkapan itu, namun sepanjang sisa perjalanan menuju hotel, terus terang, saya jadi memikirkan nasib pemuda itu. Bagaimana jadinya kalo dia benar2 terbukti mencuri barang yang bukan miliknya.

"Ya potong tanganlah, Bun..." cetus Adel menjawab kekhawatiran saya.

Reflek saya langsung bergidik membayangkannya.

Ah, saya bener2 gak habis pikir, di negara yang jelas2 menggunakan hukum potong tangan bagi siapa saja yang kedapatan mencuri, tapi kenapa masih juga ada orang2 yang nekat melakukan itu.

----





Saya gemar sekali memperhatikan pakaian para jamaah disini. Para jemaah perempuan dari Arab, Iran dll selalu mengenakan baju terusan berpotongan lurus yang tidak membentuk lekukan tubuh. Dan biasanya berwarna hitam. Baju yang mereka pakai tersebut sekaligus mereka gunakan untuk sholat.

Lain lagi perempuan2 Turki, Syria dll, mereka malah hanya menggunakan celana panjang dengan atasan berlengan panjang dari bahan tebal dan panjangnya hingga batas lutut yang sepintas terlihat seperti mantel yang biasa dipakai orang2 Eropa pada musim dingin.

Hal ini sungguh sangat berbeda dengan jemaah dari Indonesia yang biasa mengenakan mukena (dan biasanya berwarna putih) untuk sholat. Biasanya demi kepraktisan, para jemaah Indonesia kemudian tidak mengenakan bawahan mukena untuk beribadah selama di Madinah dan Mekkah. Mereka hanya menggunakan atasan mukena untuk menutupi bagian kepala sementara baju gamis yang panjangnya hingga mata kaki digunakan di balik mukena serta menggunakan kaus kaki untuk menutup kaki.








Banyak hal menarik yang berhubungan dengan mukena. Sejak hari pertama di sholat di Nabawi, tak jarang saya, Adel dan Aya jadi obyek tatapan para jemaah dari negara lain. Rata2 mereka memandang mukena yang kami kenakan kemudian saling berbisik2 dengan temannya yang lain.

Awalnya saya mengira mereka bukan ngomongin tentang mukena, namun karena terpikat dengan kecantikan 'perempuan Asia' kami bertiga ╋╋ム ╋╋ム ╋╋ム ╋╋ム ╋╋ム ╋╋ム

Seperti ketika saya, Adel dan Aya yang senang sekali memandangi dan membicarakan gadis2 Arab, Turki, Iran dll yang melintas dihadapan kami yang rata2 bertubuh tinggi langsing terbalut dalam baju gombrong hitam, berkulit putih cendrung pucat, berwajah cantik dan berhidung mancung, barangkali demikian juga yang mereka komentari tentang kami bertiga ketika kami melintas dihadapan para gadis2 Arab tersebut.

"Duh, perempuan2 Asia ini cantik sekali ya... kulitnya kecoklatan, tubuhnya pendek dan buntet... dan hidungnya itu loooohh... pesek2!! bikin kita iri banget..." begitulah mungkin kira2 jika saya tebak percakapan mereka. :))


____malam terakhir di nabawi____

Ini adalah hari keempat. Dan sejak hari pertama sholat di masjid nabawi, saya masih sering terkagum2 dengan keindahan mesjid ini. Dan gak berasa, ternyata ini adalah malam terakhir kami di Madinah. Besok kami akan berangkat ke Mekkah untuk melakukan ibadah utama yaitu ibadah umroh. Mendadak saya jadi sedih mengingat akan meninggalkan Madinah.

Saya pun memanfaatkan malam terakhir saya di mesjid Nabawi dengan rebah sejenak di atas sajadah sambil menanti sholat isya, saya pun asik memandangi langit di atas kota Madinah yang malam itu terlihat hitam pekat dengan sinar bulan yang nampak bulat tanggung diapit dua menara mesjid yang menjulang tinggi seolah menyentuh langit dihiasi bintang2 yang bertaburan seluas mata memandang. Dan tanpa sadar saya kemudian jatuh tertidur. Gak lama, hanya sekitar 5 menit.

Namun jatuh tertidur meski sejenak, otomatis wudhu saya batal dan harus berwudhu kembali sebelum mulai sholat isya. Akhirnya saya ditemani Adel dan Aya kemudian bergegas menuju tempat wudhu di basement mesjid.

Selesai berwudhu dan ketika hendak keluar dari tempat wudhu, tiba2 saya merasakan ujung mukena saya tersangkut sesuatu. Begitu saya menoleh, ternyata mukena saya bukan tersangkut tapi dipegang oleh seorang ibu gemuk. Rupanya dia tertarik dengan bordiran dan renda dibagian bawah mukena yang saya pakai. Ibu itu meraba permukaan mukena saya sambil terkagum2. Agak lama dia memperhatikan setiap detail bordiran sambil bicara sendiri. Duh, ingin rasanya saya langsung melepas mukena dan memberikannya pada ibu tersebut, tapi sayangnya saya gak bisa.




Ngeliat ibu itu ngomong sendirian sementara saya gak bisa bahasa arab, saya kasihan juga. Akhirnya saya bilang begini;

"IYA! SAYA BELI DI TENABANG!! KALO IBU KE JAKARTA, NANTI SAYA ANTERIN DEH BELINYA..."

Ibu gemuk itu lantas menguncupkan jemari tangan kanannya seperti gerakan jemari ketika hendak makan menggunakan tangan, lalu menggerak2annya di depan wajahnya sambil terus bicara pake bahasa dia sambil tersenyum. Saya balas tersenyum sambil ngangguk2 padanya meski gak ngerti apa maksud omongannya. Sedetik kemudian dia menghadiahi cubitan lembut di pipi saya sebelum saya beranjak pergi.

Setelah kejadian itu, ah, saya kok jadi makin bangga dan cinta sama ploduk2 endonesia! *laaah...kenapa jadi kaya' iklan maspion ginih!!* (˘_˘") 



Pulang sholat maghrib dan isya, kami berempat menyempatkan keliling2 seputaran hotel. Segala arah kami jelajahi. Dan pada saat jalan2 tersebut saya menemukan hal2 unik terutama bagaimana cara pedagang menarik pembeli dan cara menawarkan dagangannya. Sebenernya gak jauh beda dengan yang dilakukan oleh para pedagang di tanah air, tapi karena ini di negara lain, jadi saya menganggapnya 'unik'.

Biasanya mereka dengan sok akrab memanggil para pembeli, terutama jemaah dari Indonesia, yang terkenal sekali sebagai tukang belanja.

"Fatimah! Fatimah!! ini murah!!"

atau,

"Lima riyal! Lima riyal! Lima riyal!!" teriak pedagang sambil melambaikan kerudung2 dagangannya.

atau,

"INDONESIA! INDONESIA!! Masya Allaaah... CANTIK2!! demikian jika kami hanya melewati toko ataupun dagangan mereka.

atau,

"Halimah, sini! Lihat dulu! Murah2!!"

sambil kedua tangannya mempersilakan kita untuk masuk ke dalam tokonya. Jika sang pembeli adalah lelaki, maka mereka gak segang akan langsung menarik dan merangkulnya lantas diajak masuk ke dalam tokonya, meski kita sudah bilang "La!... Laa!!" (Tidak! Tidaak!) berkali2 dengan ramah.

Gak heran jika para pedagang ini banyak yang bisa mengucapkan beberapa kata dalam bahasa Indonesia. Gak perlu banyak perbendaharaan katanya, yang penting bisa untuk bertransaksi. Iya kan?

Saya sendiri hanya beli sekilo kurma dengan harga 15 riyal untuk kami makan selama diperjalan besok, lainnya tidak. Saya pikir, toh nanti saya akan beli yang saya mau kelak saat di Mekkah setelah semua rangkaian ibadah selesai dilakukan.

Di tengah jalan dalam perjalanan pulang menuju hotel, kami bertemu dengan sepasang suami istri asal negara Perancis. Dari jauh mereka sudah melemparkan senyum pada kami.

"Assalamualaikum..." sapanya ramah ketika kami berpapasan.

"Wa'alikumsalam..." balas kami.

"Indonesia or Malaysia?" tanyanya.

"Indonesia" jawab kami mantab.

"Jakarta? Surabaya?" tanyanya lagi.

"Jakarta!" jawab kami serentak.

Duh, rasanya banggaaaaa banget. Kebukti kan sekarang! ternyata Indonesia sudah banyak dikenal oleh bangsa lain. Ikon Pulau Bali yang lebih terkenal dari Indonesia, kini terpatahkan sudah.



-----bersambung lagi-----

0 komentar:

Web Statistics