Pages

Rabu, 12 Februari 2014

empat tahun = empat hari




Seperti yang sudah-sudah, tiap kali anak-anak usai liburan dan besoknya harus kembali ke asrama, saya selalu saja menyempatin ngasih nasehat ke Adel dan Aya. Biasanya, sambil bantu mengemas baju-baju ke dalam koper mereka, maka saya mulai pidato wejangan saya. Tapi malam itu nasehat saya hanya fokus pada Aya. 

Terus terang saya rada cemas dengan Aya. Bayangin aja, meskipun ini sudah merupakan tahun kedua Aya bersekolah di sana, tapi sampe sekarang Aya belum juga ikut kegiatan apa pun untuk mengisi waktu luangnya. Berbeda dengan kakaknya yang sudah ikut kegiatan sejak mulai di tahun pertamanya.

Sebenarnya bukannya Aya belum pernah sama sekali berkegiatan, seingat saya sejak pertama kali Aya masuk sekolah, sudah ada beberapa ekstrakulikuler yang pernah dia ikuti. 

Pertama, saat saya terobsesi dia juga bisa ikut gabung ke kegiatan marching band bareng dengan kakaknya, Aya justru lagi semangat-semangatnya buat ikut scouting yang menurut saya gak keren. Beberapa minggu kemudian saya baru tau jika Aya sudah gak ikutan scouting lagi. Alasannya apa? Tau deh, saya juga gak nanya-nanya. Malah dalam hati bersyukur kalo dia keluar dari scouting karena apalagi kalo bukan karena alasan gak keren itu tadi. 

Kedua, ikutan club basket. Hmm... bolehlah dari pada dia ikutan scouting, begitu pikir saya. Lagi pula postur tubuh Aya mendukung kok buat dia ikutan olah raga basket. Etapi beberapa minggu kemudian saya dengar kalo dia diDO dari club basketnya. Rada kecewa sih saya. Ketika saya tanya alasannya mengapa dia sampe diberhentikan, rupanya gara-gara Aya absen gak ikut latihan selama 3 kali berturut-turut. Dan itu disebabkan karena Aliya sakit campak dan musti diopname waktu itu kalo gak salah.


Kemudian saya dengar Aya kemudian ikutan aktif di Tapak Suci. Tentu saya mendukung dia. Apalagi pas lihat Aya semangat banget cerita tentang kegiatan latihan di Tapak Sucinya. Saya pikir barangkali ini adalah ekstrakulikuler yang cocok buat Aya. Barangkali dia bakal betah lama di kegiatan bela diri ini. Eee... rupanya gak! Lagi, Aya diDO. Dan lagi-lagi karena Aya sakit dan gak bisa ikut latihan selama 3 kali berturut-turut. Duh!

Sempet lama juga Aya gak ikut kegiatan apa-apa. Hingga suatu siang tiba-tiba Aya menelepon saya di kantor dari sekolahnya. Dia sengaja nelepon saya dari wartel sekolah dan rela ngantri lama untuk menelepon saya sekedar mau ngasih tau kalo dia ikutan Marchingband. Ya, Marchingband! Sepertinya Aya tau benar kalo berita yang akan dia sampaikan itu bakal bikin saya girang bukan kepalang. Seratus persen dukungan saya berikan pada Aya waktu itu. Tapi sayangnya Aya hanya betah ikut latihan beberapa kali. Padahal kata Adel, Aya sudah lulus tes dan kebagian pegang alat musik tiup, terompet waktu itu. Tapi yah barangkali sesuatu yang tidak didasari dengan minat, akhirnya bakal jadi begini ini. Berhenti meski belum sampe separuh jalan. Aya ngerti banget kalo saya kecewa dan saya juga gak pernah banyak tanya-tanya tentang Marchingband lagi sama dia.

Setelah itu, kegiatan Kaligrafi, kegiatan Bahasa Inggris sempat Aya ikuti. Tapi lagi-lagi gak pernah lama. Saya pun sudah gak memaksakan kehendakan saya agar Aya mengikuti apa yang saya mau. Saya berikan kebebasan pada Aya untuk memilih. Saya merasa bersalah sama Aya karena sempat merecoki keinginan Aya dengan kemauan saya.

Saya sempat kepikiran apa jangan-jangan di dasar hati kecilnya Aya kecewa gara-gara saya gak mendukung dia ikut scouting waktu pertama kali dulu. Padahal saya tau kalo Aya cinta banget sama scouting. Dulu waktu jaman di sekolah dasar, Aya aktif banget di kegiatan scouting. Malah pernah bilang ke saya kalo dia makin cinta banget sama scouting sepulang kami dari bioskop usai nonton film lima elang yang bercerita tentang lima sahabat dalam kelompok pramuka. Ah, semestinya saya sebagai ibunya peka dengan keinginan dia, bukan justru memaksakan kehendak saya.

Sekarang, setelah tahun kedua Aya disana dan sama sekali gak berkegiatan, saya kembali terusik. Bukan, bukan ingin kembali memaksakan keinginan saya pada Aya. Hanya saja saya ingin Aya punya kegiatan diwaktu luangnya. Setidaknya dengan Aya punya satu kegiatan yang dia tekuini disana akan membuat Aya betah dan bisa memelalui hari-harinya di asrama tanpa bosan.

"Gimana, Ay, tahun ini kamu mau ikut kegiatan apa?" tanya saya pada Aya yang sedang sibuk memilih pakaiannya dalam tumpukan baju yang sudah disetrika.

Aya menoleh sebentar ke arah saya.

"Aya udah ikut kegiatan kok..." jawabnya lalu kembali menekuni tumbukan baju di depannya.

"Oya?!" saya sedikit terkejut. Tumben Aya ikut ekstrakulikuler tanpa cerita ke saya. Apa dia ikut scouting  lagi yah! pikir saya menebak-nebak. "ikut kegiatan apa?" tanya saya akhirnya penasaran.

"Keputrian, Bun..." Adel yang sejak awal cuma jadi orang ketiga diantara saya dan Aya, akhirnya ikutan ngomong.

"Keputrian?" kening saya berkerut "kegiatannya ngapain aja?"

"Itu, Bun... cuma nyatet-nyatetin resep sama sesekali praktek masak...haha.." Adel tergelak yang lantas saya sambung dengan ikut tertawa tanpa memandang perasaan Aya.

"Iihh...emang kenapa sih, Mbak?" sanggah Aya dengan pasang muka gak enak "emang salah ikut keputrian?"

Saya lantas buru-buru menyudahi tawa saya. Iya, ya... memang salah ikut kegiatan keputrian? Barangkali ini kegiatan yang sedang Aya gemari saat ini. Kalo saya ingat-ingat, Aya memang lebih telaten ngebantuin saya di dapur ketimbang Adel. Lalu kenapa saya harus menertawakan pilihan Aya? Lagi pula apa bedanya dengan keseharian saya sekarang coba? yang juga suka mencoba berbagai masakan dan nyatet-nyatet resep meski dalam media yang berbeda dengan Aya. Berarti barusan saya menertawakan diri sendiri dong?!

"Ya sudah" ujar saya menengahi kakak beradik ini sebelum mereka memulai pertengakaran. "apa pun kegiatan yang yang kamu ikuti, Ay, Bunda mau kamu serius. Pokoknya Bunda ingin kamu berkegiatan. Sebenarnya kalian beruntung loh, dulu waktu Bunda sekolah, hanya ada beberapa ekstrakulikuler yang disediakan. Sementara di sekolah kamu sekarang, mau apa aja ada. Makanya kesempatan itu dimanfaatin". jelas saya panjang lebar.

"Tau gak, Ay? di dalam tubuh kita ini, ada hormon yang namanya endorphin. Kamu tau apa itu hormon endorphin? hormon endorphin itu hormon yang diproduksi di dalam tubuh ketika kamu banyak menggerakan tubuh dan merasa bahagia. Fungsinya untuk kekebalan tubuh biar kamu gak mudah sakit. Bikin kamu merasa nyaman dan bahagia. Kamu tau gak, orang-orang di luar sana banyak yang mencari rasa nyaman dan bahagia dengan cara singkat. Mereka malas berolah rasa, sehigga mereka mencari bahagia dengan cara mengkonsumsi morphin. Morphin itu termasuk obat terlarang, Ay. Efeknya mirip-mirip sama endorphin. Tapi jelas-jelas lebih bagus endorphin kemana-mana karena gak ada efek samping, sementara morphin, lama-lama bisa bikin kamu kecanduan. Nah, poinnya kenapa Bunda ngotot banget kamu harus berkegiatan, biar kamu itu gak gampang sakit, Ay... Biar kamu juga gak mati bosan disana." Semoga saja apa yang saya jelaskan pada Aya ini bisa membuka pikiran Aya dan sadar akan pentingnya berkegiatan. Kalo gak juga... ah, tau deh! sia-sia aja saya udah bawa-bawa morphin segala... awalnya mereka gak ngerti morphin itu apa, justru sekarang mereka jadi paham... (⌣_ ⌣!!)

"Coba kamu lihat mbak adel..." saya mengalihkan pandangan pada Adel yang kini mulai menata baju-bajunya dalam koper, lalu kembali menatap Aya. "sekarang ini sudah tahun keempat mbak adel sekolah di sana, tapi karena mbak berkegiatan, gak terasa kalo dua tahun lagi mbak adel bakal lulus. Sementara kamu, Ay, ini baru tahun kedua kamu, dan masih ada 4 tahun lagi yang harus kamu lewati di sana. Jadi, 4 tahun ke depan itu mau kamu isi dengan singkat atau lama, itu semuanya ada di tangan kamu. Kalo kamu mau menghabiskan waktu empat tahun dengan mati bosan, ya silakan... kamu gak usah berkegiatan" saya menduga kalimat saya ini pasti sudah mulai terdengar ketus karena saya lihat kedua alis Aya mulai berkerut dan wajahnya cemberut.

"Kamu boleh tanya sama mbak Adel, Ay... empat tahun sekolah di sana itu bagi mbak Adel sama rasanya dengan empat hari. Karena apa? karena mbak Adel mengisi waktunya dengan berkegiatan. Iya kan, mbak?" kembali saya menoleh pada Adel untuk minta persetujuannya.

"Hmm...?" Adel bertanya dengan gumaman sembari mengangkat wajahnya dan menatap mata saya sebentar seolah pertanyaan saya dan kalimat-kalimat saya tadi yang begitu mengagung-agungkan dia di depan adiknya sama sekali gak dia dengar.

"Tadi Bunda bilang sama mbak Aya... kalo mbak Adel menghabiskan masa 4 tahun di asrama itu rasanya sama kaya 4 hari karena mbak banyak kegiatannya. Bener kan, mbak, 4 tahun rasanya sama kaya 4 hari?" saya ulang poin pertanyaan tadi.

"Eemm.... iya" Adel menjawab ragu-ragu. Namun begitu saya sudah cukup puas. Yang saya butuhkan saat itu kan cuma dukungan Adel atas nasehat saya ke Aya.

"Tuh kan, Ay.... " saya mulai menarik ke atas ujung-ujung bibir kiri dan kanan. "apa kata Bund......" 

Kalimat saya terhenti sebelum saya sempat merampungkannya karena mendengar suara Adel pelan tapi terdengar jelas yang bilang;

"....empat hari di neraka...."

Aya tergelak dan reflek langsung menutup mulut dengan tangannya. Ngeri diomelin saya. Wajah Adel tetap terlihat kalem kaya dia gak pernah ngomong apa-apa barusan. Sementara saya, aah... mending saya keluar dari kamar mereka sebelum emosi naik ke puncak lewat cipanas. Huufftt.... ~╮(╯_╰")╭



1 komentar:

It's My Life mengatakan...

hahahahahahahaha.....

Web Statistics