Pages

Senin, 30 April 2012

don't try this at your children school!!




Seminggu ini emang bener2 gak terlupakan deh. Mulai dari tragedi Aya yang hampir aja menjadi korban penculikan oleh seorang ibu2 tak dikenal, ee... kenapa juga pagi ini gue mesti menyaksikan perkelahian sepasang suami istri yang maen gebuk2an tepat di depan kumis gue. **melintirin kumis** **nyadar kalo kumisnya udah harus dikerok** Perkelahian dua manusia yang diikat oleh tali perkawinan itu seolah sama sekali tak menyisakan bahwa dulu, ada rasa cinta yang mempertemukan mereka.

Sebenernya gue rada males buat ikut campur dalam urusan mereka, tapi... kok rasanya gak etis ya, kalo gue gak ikut memisahkan perkelahian sepasang suami istri tersebut yang terjadi di depan mobil kami, tepat di depan gerbang sekolah sesuai gue dan suami mengantar si bungsu. Belom lagi ternyata kami pernah kenal dengan pasangan tersebut. Kami pernah bertetangga. Dulu, saat kami masih mengontrak rumah kecil di sekitar sekolah Aliya, pasangan ini pun pernah mengontrak rumah yang letaknya di depan rumah kami namun agak ke kanan sedikit.

Dan entah siapa yang memulai, yang pasti gue melihat mereka berdua yang awalnya hanya saling terlibat adu mulut kemudian sudah saling melancarkan tinju dan pukulan. Teriakan dan makian bertebaran dimana2. Gue yang menyaksikan adegan perkelahian tersebut lewat kaca depan mobil, seolah berasa kaya' nonton drive in theater di ancol waktu masih kecil.  Tapi gak sampe hitungan ketiga, gue dan suami langsung keluar mobil dan berusaha memisahkan sepasang suami istri yang bertikai tersebut dibantu oleh para wali siswa yang pagi itu juga sedang mengantar anak2 mereka.

Sementara suami gue dan bapak2 lain yang ada di sana menahan sang suami yang rasanya tak dapat meredam amarah dan masih berusaha memukul istrinya, spontan gue langsung menarik tangan si istri yang juga terlihat masih geram sambil menuding2 ke arah suaminya sambil melontarkan kata2 kasar.Gue menarik si wanita tersebut menjauh dari suaminya dan menggiringnya masuk ke dalam pekarangan sekolah.

"Sudah, Mama Ii'...sudah! Mama Ii' harus sabar... jangan kebawa emosi kaya' gini, malu dilihat orang. Banyak2 istighfar, Mama Ii'....." demikian nasehat gue yang saat itu seolah terlihat bijak persis kaya' Mama Dedeh yang ngasih petuah pada ibu2 yang curhat subuh2.

Loh! iya, kan? Kalo saat itu lo ada di posisi gue, kalian pasti akan berbuat hal yang sama kan? Mengatakan hal yang sama seperti yang gue katakan itu, begitu kan?

Tapi abis gue ngomong begitu, wanita yang gue panggil Mama Ii' tersebut langsung melirik gue dari ujung kerudung ampe ujung jempol kaki. **lagi nyeker soalnya** Meski cuma sekilas, namun gue merasakan tatapannya yang setajam silet itu seolah membelah hati gue jadi dua. Mendadak saat itu juga gue berasa kaya orang ketiga penyebab pertengkaran mereka. Tatapannya terlihat memusuhi gue. Karena menyadari tubuh wanita itu yang berukuran jumbo, sementara gue hanya terlihat bagai angka satu disamping dia, otomatis yang terpikir sama gue adalah, sama sekali gak mustahil jika dalam satu gerakan aja dia pasti bisa melipat dua gue sama sisi. Dan berhubung gue masih pengen hidup lama, akhirnya gue buru2 balik ke mobil dan menguncinya dari dalem.

Gak lama kemudian, akhirnya gue dan suami pun berlalu dari sana. Namun begitu, benak gue masih dipenuhi berbagai pertanyaan sepanjang perjalan menuju kantor. Kenapa Mama Ii' begitu terlihat gak suka dengan gue? Apa salah gue? Apakah ada kata2 gue tadi yang menyakiti perasaan dia? Apa dia gak suka ketika gue dan suami gue melerai pertengkaran mereka? Apakah dengan memisahkan pertengkaran mereka terlihat seolah gue ikut mencampuri masalah mereka? Apa gue terlihat sok jadi pahlawan? Bertubi2 pertanyaan itu silih berganti melintas di kepala gue. Dan gak hanya pertanyaan2 itu aja, tindakan yang menurut gue bener dengan melerai mereka pun kemudian membela diri gue diantara bayangan2 itu tadi. 

Dan dari begitu banyak pertanyaan tadi, ternyata tak satupun gue mendapat jawabanya. Akhirnya gue hanya bisa pasrah. Gue mencoba gak ambil pusing sama kejadian tadi. Toh, semua orang boleh suka sama gue, tapi gue pun gak bisa memaksa orang yang gak suka berbalik suka sama gue. Ya kan?

Malam harinya, ketika gue dan Aliya ngobrol menjelang waktu tidur, gue kembali teringat kejadian di sekolah Aliya tadi pagi.

"Ay... tadi pagi Mama dan Papanya Ii' berantem loh di depan pintu gerbang sekolah" kata gue mengawali cerita. "Untung ada Bunda dan Papap yang misahin...." lanjut gue lagi. 

Oke! memang cerita yang gue sampaikan pada Aliya sudah gak sesuai dengan kejadian sebenernya. Gak ada maksud apa2 kok. Gue cuma pengen Aliya bangga sama Bundanya. Lagian... gak mungkin kan gue cerita ke Aliya kalo gue kemudian lari masuk mobil karena takut dilipet dua sama Mama Ii'. Dan gue yakin, tentu lo juga bakal begitu kan? Bakal  melakukan apa yang gue lakuin? Lagian, sudah gak aneh lagi jika seseorang menceritakan ulang sebuah peristiwa dengan cerita yang lebih 'seru' ketimbang kejadian sebenernya. Iya gak?.

"Mama Ii'?" tanya Aliya. Keningnya berkerut. Matanya menatap ke atas, ke langit kamar. Seolah berpikir.

"Iyaaaa....! Itu loh, yang dulu ngontrak di bekas rumahnya Mama Andri. Yang anaknya namanya Ii'.... kan dia sekolah di sd dua belas juga. Masa kamu lupa sih". Gue masih mencoba membuat Aya inget dengan tentangga kami itu.

"Ii'...?" ujar Aliya seolah bicara sama diri sendiri.

"He'eh" Gue pun ngangguk2.

"Ooo.... itu sih bukan Ii', Bundaaaaa...!Itu namanya Wisnu trus kakaknya namanya kak Restu".

"Masa sih? Bukan Ii' ya?" 

"Bukaaaaaann...!! Ii' itu nama kelincinya, Bundaaaaaa...!!" Aliya kemudian ngakak gak pake perasaan.

Sumpah! denger penjelasan Aliya gue berasa keselek guling. Trus, ingatan gue pun seakan terlempar ke beberapa tahun ke belakang ketika gue masih ngontrak, saat suatu siang Wisnu nangis kenceeeeengg banget sambil meratap memanggil2 nama Ii', kelincinya yang dimakan kucing. "Ii'..... jangan matiiiiiiii...... Ii' jangan matiiiiiiiiii......".

Yaolloooohh.....terjawab sudah pertanyaan yang sejak tadi pagi menghantui benak gue, ternyata tatapan sadis setajam silet Mama Ii' eh... Mama Wisnu itu gara2 gue memanggil dia dengan nama kelinci peliharaan anaknya.

Entahlah, gue harus tertawa atau bersedih dengan kejadian ini. Yang pasti, perkelahian yang mereka gelar di depan umum itu sama sekali gak pantes. Apa lagi harus terjadi di depan sekolah anaknya dan disaksikan oleh para murid dan orang tua siswa. Gue sendiri emang gak ngerti masalah apa yang melatarbelakangi mereka hingga mereka bisa hilang kendali dan adu jotos di tengah jalan kaya' gitu, tapi tetap... tolong deh, jaga perasaan si anak. Coba bayangkan, bagaimana jika perkelahian kedua orang tuanya tersebut menjadi pembicaraan hangat ketika si anak kkembali ke sekolah keesokan harinya. 

Sungguh, menyaksikan ayah dan ibunya bertengkar saja, perasaan seorang anak sudah terluka. Apalagi kini dia harus menahan malu karena konflik kedua orang tuanya diketahui oleh teman2 sekolahnya. Bagi seorang anak, memahami pertengkaran orang tua adalah merupakan sesuatu yang rumit. Menyaksikan pertengkaran kedua orang tua sering kali membuat anak menjadi gelisah dan ketakutan. Tak jarang justru membuat si anak semakin tertekan. Maka jika memungkinkan, hindarilah bertengkar di depan anak. Namun jika memang rumah tangga yang dibina sudah tak lagi bisa membawa perkawinan menuju sakinah, mawaddah dan warahmah, bukankah bisa ditempuh dengan cara yang lebih baik dengan tidak mengedepankan keegoan masing2, sehingga tak perlu mengorbankan perasaan si anak itu sendiri.

Mungkin apa yang gue uraikan disini it's not simple like i think. Dan sering kali ketika emosi sedang tinggi2nya, kita para orang tua yang terlibat perkelahian gak bisa mengontrol diri sehingga perkelahian right here right now pun gak bisa dihindari. Akan tetapi, tetep aja.... perkelahian suami istri di depan umum, apalagi ini terjadi di depan sekolah anak, hmm..... cuma ada lima kata untuk mereka; it's so kampret, you know!


Web Statistics