Pages

Selasa, 25 September 2012

saya sayang kalian semua...

Banyak alasan kenapa gue gak pernah mau lagi memiliki hewan peliharaan. Kalo musti gue tulis disini satu persatu, gue yakin postingan ini tebalnya bakal setebal kitab undang2 hukum pidana lengkap edisi pertama punya bokap gue.

Namun dari sekian banyak alasan, setelah gue ringkas, sekarang cuma tinggal lima sebab kenapa gue tak mau lagi kembali memelihara mereka di rumah gue.

Pertama yaitu, karena gue suka dengan anjing. Kaya'nya gak perlu gue lagi jabarin secara panjang lebar tentang loyalitas hewan yang satu ini terhadap tuannya. Dan tau kenapa, anjing menurut gue adalah hewan yang paling ideal buat dijadiin hewan peliharaan di rumah. Tapiii.... you know lah, dalam agama yang gue anut, anjing merupakan hewan yang terlarang --and i know Allah have many reasons for that-- dan gue enggan mengganti jenis hewan untuk gue pelihara pada jenis hewan lain seperti ayam, bebek, kambing, sapi atau yang lain sebagainya.

Kedua, karena gue gak suka kucing! Pada umumnya orang akan memilih anjing atau kucing sebagai hewan peliharaan. Namun karena gue sama sekali gak suka dengan hewan yang menurut sebagian orang lucu dan menggemaskan ini maka kemudian gue mengambil keputusan untuk tidak memelihara hewan apa pun sebagai hewan peliharaan di rumah. No dog no pets!

Ketiga yaitu, menilik dari hewan2 peliharaan gue sebelumnya, gue tuh tipikal orang yang sayang banget sama hewan peliharaan. Saking cinta dan sayangnya, bahkan gue rela tidur berdua bareng hewan peliharaan gue dari pada membiarkan mereka tidur kedinginan di garasi.

Keempat, nah, poin keempat ini adalah dampak dari poin kedua di atas, karena terlalu sayangnya gue pada mereka, akhirnya gue jadi patah hati ketika gue harus berpisah, dengan alasan apapun dengan mereka.

Kelima, kelimaaaa..... eemm.... ya! kelima adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

Karena sebab2 tersebut diatas lah maka gue kemudian  selalu menolak ketika Adel dan Aya minta ijin untuk merawat seekor hewan peliharaan di rumah.

Bukan karena keegoisan gue maka gue tak mengijinkan mereka punya peliharaan, bukan sama sekali. Selain karena Adel punya riwayat kesehatan alergi terhadap bulu binatang, gue juga yakin pada akhirnya gue lah yang bakal merawat hewan peliharaan mereka.

Baiklah, gue akan menceritakan bagaimana cintanya gue sama hewan2 peliharaan gue dulu sebelum gue bercerita panjang lebar.

Begini...

Dulu, saat gue masih kecil, gue pernah punya seekor anjing peliharaan. Anjing yang entah dari ras apa. Yang pasti bulunya lebat panjang hingga menutupi kedua matanya. Mungkin karena bulunya yang berwarna hitam hingga kemudian kami menamainya bleki. Gak banyak kenangan yang gue inget saat memiliki bleki sebagai hewan peliharaan kecuali ia yang dikurung di kebun belakang selama tinggal dengan kami dan gue yang hanya bisa menatapnya dari pagar besi yang memisahkan garasi dengan carport. Cerita Bleki kemudian harus berakhir setelah pada suatu pagi kami menemukan Bleki tidur melingkar di pojokan garasi dan tak bergerak lagi. Bleki mati dalam tidur.

____bleki (gambar cuma ilustrasi)____


Hewan peliharaan gue yang kedua adalah seekor anjing masih dari ras yang sama dengan Bleki namun dengan bulu berwarna putih. Kami tidak menamainya dengan snowy atau si putih mentang2 bulunya putih bersih. Nama yang kami pilih buat anjing kedua ini adalah Kiboi. Sebagai seekor anjing, Kiboi tergolong galak. Dia cuma mau nurut dengan bokap dan nyokap gue. Selebihnya, hhmm.... siap2 aja bakal dikejar kemana pun lo lari.

____kiboi (gambar hanya ilustrasi)____

Pernah suatu pagi, --waktu itu gue masih tk kalo gak salah-- gue dan bokap sedang asik memandangi hamparan buah jambu air yang jatuh berserak di bawah pohon jambu yang tumbuh di belakang rumah dari jendela kamar. Gue inget banget, waktu itu gue diduduki di bingkai jendela kamar kami yang berukuran besar dengan kaki terjulur keluar jendela sambil dipegangi dari belakang oleh bokap. Saat asik menghitung buah jambu yang tergeletak di tanah, nampaklah sebuah jambu yang terlihat paling besar dan sama sekali gak lecet dan busuk akibat jatuh semalam. Terbitlah air liur gue dan bokap begitu melihat keranuman buah jambu tersebut. Lalu tiba2 bokap gue ngasih ide cemerlang. Gue dibujuk untuk mengambil jambu air yang terlihat sangat menggoda tersebut. Lantas aja gue langsung memandang si kiboi yang sedang tidur meringkuk di pojokan garasi. Ada rasa ngeri begitu teringat kebuasan si kiboi. Ntar gimana kalo gue di kejar sama kiboi? demikian gue bertanya dalam hati.

"Setelah ambil jambu, trus langsung lari kesini lagi... nanti buru2 ayah angkat dari jendela..." begitu bokap gue menjawab seakan dapat membaca kalimat tanya yang ada dalam otak gue. Butuh beberapa menit untuk gue menimbang2 bujukan bokap sambil menatap ngiler pada si jambu montok yang hanya berjarak dua meter lalu pada sosok kiboi yang terlihat masih tertidur di pojokan yang jaraknya sepuluh meter dari gue dan bokap. Meski saat itu gue belom pernah belajar fisika, tapi gue udah bisa menganalisa berapa waktu yang harus gue tempuh untuk bisa mencapai buah jambu lalu kembali lagi ke tempat semula untuk kemudian diangkat ayah gue sebelum si kiboi terbangun untuk mengejar dan menggigit kaki gue.

Setelah yakin gue bisa mengalahkan kecepatan kiboi dan kembali ke jendela kamar dengan selamat dan mengantungi si jambu montok akhirnya bokap menurunkan gue perlahan2 dari jendela. Tapi rupanya gue sama sekali gak memperhitungkan efek dopler saat itu. Gelombang bunyi yang tercipta saat gue bergerak lari sambil berteriak karena membayangkan taring runcing si kiboi sontak membangunkan anjing itu dari tidurnya lantas mengejar gue. Butuh beberapa detik untuk gue menyambar buah jambu tersebut lalu kembali ke arah jendela sementara si kiboi terlihat hanya tinggal berjarak kurang dari lima meter. Tapi untungnya sesuai janji, tangan kekar bokap gue kemudian mengangkat tubuh kecil gue dan menyelamatkan dari gigitan si kiboi. Aahh... bener2 gak kebayang kalo bokap gue telat menyelamatkan gue saat itu.

Sejak kejadian itu ada satu kenangan yang sangat membekas di benak gue. Bukan, bukan pada kiboi. Tapi pada bokap gue. Sebenernya bokap gue sayang gak sih sama gue? Sebenernya, gue ini anak bokap gue bukan sih? Kalo iya, kok tega2nya bokap gue ngumpanin gue pada kiboi? kalo betis gue somplak gimana coba?? (˘̩̩̩.˘̩̩̩!!) Huu..huuuu...huuuuuuuuuu....

Beberapa bulan sejak kejadian itu, kiboi sendiri akhirnya hilang entah kemana. Itu kami sadari begitu suatu pagi kiboi sudah gak ada lagi di garasi tempat dia tinggal. Usut punya usut, ternyata kiboi kawin lari dengan anjing milik seseorang di komplek belakang. Meski berkali2 kami jemput dan paksa untuk tinggal di garasi lagi tapi dia tetap menghilang besok harinya lagi. Ya sutralaaah... ┐(ˇ.ˇ")┌ kami biarkan ia memilih jalan hidupnya sendiri meskipun kami sungguh berat melepasnya pergi. Hiks!.

Setelah kiboi, tak ada lagi hewan peliharaan kami. Hanya ada sekelompok ikan mas bermata belo' dengan dua ekor kura2 yang dipelihara bokap dalam aquarium yang kemudian seiring waktu mati satu persatu disantap oleh pasangan kura2. Tinggallah sepasang kura2 yang kemudian akhirnya menghilang juga --diduga masuk got-- saat kami menguras aquarium.

Saat setelah dewasa, sepulang gue kerja gue mendapati seekor anak anjing yang dibawa oleh om gue. Seketika itu juga gue jatuh hati. Anak anjing berbulu coklat yang tubuh gendut, berkaki pendek dan berekor melengkung ke atas mampu membuat hati gue terpikat. Gue menamainya cidut karena gemas melihat badannya yang gendut. Seketika kami akrab. Gue mengajari cidut untuk mengangkat kaki depan sebelah kanan untuk bersalaman meskipun gue nyakin bener bahwa tak akan satu pun tamu yang datang ke rumah kami sudi bersalaman dengan cidut. Gue juga mengajarinya berdiri di atas kedua kakinya sebelum kemudian menghadiahkannya sepotong ceker rebus yang gue beli tiap hari minggu dan gue stok di kulkas. Gue rela repot2 memandikan cidut saban minggu pagi. Mengeringkan setiap inchi bulunya dengan hairdyer. Bahkan gue rela makan dengan secuil lauk hanya karena gak tega liat cidut yang selalu nongkrong di bawah kaki gue tiap gue makan.

____cidut (gambar hanya ilustrasi)____

Begitulah keakraban gue dan cidut. Hingga suatu ketika gue lihat perut cidut membesar. Entah anjing mana yang menghamilinya. Gue bahkan ikut membantu cidut melahirkan anak2nya waktu itu. Aahh...bahagianya gue dapat lima anak anjing yang lucu2. Gue menamai anak2 cidut dengan inisial yang sama dengan induknya yaitu ceko, celo, ce... ce... dan ce... yang lain, maklum sudah lupa soalnya. Namun ternyata kebahagiaan gue gak berlangsung lama. Bokap gue resah melihat ada enam ekor anjing di rumah kami. Akhirnya bokap gue memerintahkan om gue untuk membawa anak2 cidut dan induknya untuk diberikan pada orang lain tanpa sepengetahuan gue. Begitu kagetnya gue pas sepulang kerja hanya disambut dengan seekor anak anjing yang tersisa, ceko. Rupanya bokap gue gak pengen melihat gue sedih karena harus berpisah dengan anjing2 peliharaan gue hingga kemudian bokap menyisakan hanya satu anjing untuk gue urus. Tapi, itu pun dengan satu syarat yaitu melarang ceko untuk masuk ke dalam rumah.

Sedih? udah pasti! Tapi gue cukup terhibur dengan adanya ceko yang masih menemani hari2 gue kini. Perlakuan istimewa yang dulu sering gue berikan pada cidut, kini gue berikan pada ceko. Malah terkadang larangan bokap sering banget gue langgar. Ceko, gue ajak masuk ke dalam rumah diwaktu2 tertentu saat bokap gue sedang gak ada di rumah.

____tuh! liat deh, liat deh... siapa yang hatinya gak luluh coba ngeliat muka ceko kalo udah gini____


Ceko nyadar banget kalo gue manjain. Hingga tiap malem dia selalu menggaruk2an kakinya di bawah jendela kamar gue sambil merengek2 minta masuk. Kalo udah begitu, gue iba pada ceko. Mendengar rengekannya hati gue luluh. Kemudian gue pasti membuka jendela kamar lalu menyelundupkan ceko masuk ke dalam kamar dan tidur berdua di atas tempat tidur gue ampe pagi. **oia, yang pengen muntah, silakan muntah dulu, gih!**

____ceko sering banget ngelakuin gaya kaya' gitu, kalo udah begini, biasanya sambil duduk gue selalu menumpangkan kaki di atas punggungnya... abis kaya karpet sih____

Begitulah gue mengisi hari2 gue bersama ceko. Rasanya bahagia banget punya hiburan sepulang dari lelah bekerja. Namun akhirnya kebiasaan gue yang sering menyelundupkan ceko ke dalam kamar diketahui bokap gue. Bokap gue mengambil keputusan yang tegas. Ceko harus diberikan pada orang lain!!

Sediiiihh banget. Berhari2 gue jadi gak enak makan dan gak enak tidur. Gue keingetan terus sama ceko. Ceko lagi dimana? Ceko lagi ngapain? Ceko udah makan belom? Aaahh... pokoknya sedihnya gue serasa sedih karena ditinggal pacar deh.

Trus, yang nyangka kalo gue kapok melihara anjing, sudah pasti kalian salah. Suatu sore, berbulan2 setelah perpisahan gue dengan ceko, gue kembali membawa seekor anjing pulang ke rumah. Seekor anak anjing lucu yang diberikan boss gue di kantor untuk gue. Anjing kecil berbulu putih dengan bercak2 hitam kaya' sapi. Meski gue sudah resmi memberi nama moli pada anjing kecil ini, tapi bokap gue tetap tidak setuju jika kami kembali memelihara seekor anjing. Akhirnya anjing tersebut hanya sempat nginap sebulan doang di garasi rumah kami dan kemudian gue kembalikan pada yang memberi. Fuuuuhh....

Setelah moli, tak pernah ada lagi hewan2 peliharan yang menemani hari2 gue. Gue bener2 kapok kali ini. Gue gak kuat nahan sakit hati dan kecewa pada saat gue musti berpisah dari hewan2 peliharaan gue tersebut.

Makanya begitu Adel dan Aya merengek minta dibeliin kelinci waktu kami jalan2 ke cibodas tempo hari sebenernya gue sama sekali gak setuju. Tapi akhirnya gue memperbolehkan mereka untuk mengadopsi sepasang kelinci anggora yang kemudian gue kasih nama cici untuk kelinci betina dan  koko untuk yang jantan. Ah! akhirnya harus gue akui bahwa gue memang gak pernah kreatif dalam menciptakan nama. Gak hanya bikin nama anak, nama hewan peliharaan aja hasilnya sama sekali gak keren... Huh! **oke, yang mulutnya dari tadi gatel pengen nyela gue, kini lah saat uang tepat**

Lalu, apa alasan gue mengijinkan Adel dan Aya untuk memelihara kelinci? Simpel aja sebenernya, karena gue merasa yakin bayi kelinci yang lebih mirip segumpal kapas itu umurnya gak bakal lama. Jahat? Yaaaah, begitulah gue.

____cici yang baru kami adopsi seminggu____ 


Singkat kata dua bayi kelinci anggora tersebut resmi kami adopsi dengan menebusnya pake selembar duit lima puluh ribuan dan membawanya ke jakarta. Dan ternyata bener, sodara2... setelah nyampe jakarta, ternyata tak ada seorang pun di rumah gue yang mau mengurusi makan, minum dan kotorannya dua bayi kelinci tersebut. Alasannya? ya, karena mereka gak berani memegang anak kelinci tersebut lah.

Udah tau gak berani megang, kenapa juga pengen miara dua anak kelinci? Gak abis pikir gue... Kalo gini caranya, kan gue2 juga yang harus mengurus cici dan koko. Belom lagi beberapa hari setelah itu Adel harus kembali ke asramanya dan Aya harus mulai masuk asrama di tahun pertamanya. Kesimpulannya kemudian adalah....berarti gue lah yang harus ngurusin peliharaan mereka... Aarrrggghhh...!!!

Tapi belom sampe genap seminggu, si koko mati. Keinginan gue yang tak sempat terucap itu terkabul. Kini cici tinggal sendiri. Mulailah gue melaksanakan tugas gue secara terpaksa. Pagi2 sekali sebelom berangkat kerja gue harus membersihkan kandang cici, mengganti air minumnya dengan yang baru, buru2 ke warung deket rumah buat beli beberapa ikat kangkung dan wortel buat makan cici. Begitu juga dengan sore sepulang kerja, gue harus melakukan kegiatan yang sama dengan yang gue lakukan pagi hari. 

Loh! Ada apa ini?? kok lama2 gue jadi menikmati kegiatan terpaksa gue ini. Gue jadi kangen pengen lekas pulang biar bisa nyisirin bulu cici yang akan gimbal jika beberapa hari aja gak kena sisir. Tiba2 gue jadi sangat khawatir bila gue harus meninggalkan rumah beberapa hari yang pada akhirnya gue ampe harus nyusahin tiga orang sekuriti di perumahan untuk menggantikan tugas rutin gue.

____cici sekarang yang badannya gendut dan segede kucing____

Makin hari makan cici kian banyak. Gue kualahan karena empat ikat kangkung dan dua batang wortel selalu habis dia santap tiap siang. Dan sore harinya, gue harus kembali beli empat ikat kangkung dan wortel buat makan cici malam hari. Wah, gue pikir lama2 gue bisa tekor nih! karena harus mengeluarkan duit lebih dari sepuluh ribu tiap hari cuma buat jajan cici. Setelah gugling kalo ternyata tersedia pur khusus buat makanan kelinci, langsung deh pulang kantor gue mampir ke petshop yang searah jalan pulang.

"mbak, ada makanan kelinci?" tanya gue pada seorang perempuan cantik pejaga sekaligus pemilik petshop yang kemudian gue ketahui bernama dr. ayu.

Perempuan yang gue tanya itu pun kemudian menunjukan sekotak makanan kelinci dengan gambar kelinci di kotaknya dan menerangkan keunggulan makanan tersebut dengan merk yang lain.

"memang selama ini kelincinya makan apa, bu?" tanya dr. ayu kemudian.

"eeemm...." gue ragu2 sebentar lalu menoleh ke kiri dan kanan sebelum kemudian melanjutkan sambil berbisik, "kangkung, mbak...".

Duh! rasanya kok maluuuuuu banget mengakui kalo kelinci gue tiap hari makannya cuma kangkung. Seolah dari makanan hewan peliharaan gue, makanan yang gue makan tiap hari bisa ketebak. Sejak hari itu, cici kemudian gue kasih makan pur dengan merk terkenal. Dan sejak hari itu, gue juga ngerasa gengsi makanan gue jadi naek. Padahal yah, kenapa gue harus malu, coba? bukannya kelinci memang pada dasarnya makan daun2an? Lagi pula, saat cici makan kangkung, uang yang gue keluarkan bisa lebih dari sepuluh ribu sehari dari pada sekarang gue hanya butuh seratus ribu untuk empat kotak makanan kelinci untuk sebulan. Tapi setidaknya dengan makan pur, gue jadi gak selalu direpotkan untuk membeli kangkung tiap subuh sebelum berangkat ke kantor.

____cici saat gue bawa mudik____

Ya, begitulah sayang gue ke cici.
Begitu sayangnya, hingga gue harus mengunci kandang cici pake gembok sebelom berangkat kerja. Karena ternyata selama gue meninggalkan cici di rumah, halaman rumah gue mendadak berubah jadi kebon binatang tempat para ibu mengajak balitanya menonton cici sambil menyuapinya makan. **kalo gini caranya, gue jadi pengen punya rumah yang ada pagernyaaaaa! hallooowww...mana privacy gue!!** Pernah suatu hari gue marah2 tapi gak tau harus ditujuin ke siapa begitu mendapati telinga sebelah kiri cici patah. Begitu juga ketika beberapa hari sebelumnya, bulu cici rontok akibat ditarik paksa oleh para pengunjung kebon binatang. **biarin! besok2 gue mau miara anak naga aja, biar pada gosong semua!!** Gak cuma itu, malahan gue rela repot2 membawa cici saat mudik lebaran kemaren cuma karena gue gak tega meninggalkan cici di rumah atau untuk dititipkan seminggu di petshop.

Melihat cici yang kian hari makin besar dan bulunya makin bagus, gue jadi nyadar kalo sudah seharusnya cici punya pasangan untuk meneruskan keturunannya. Akhirnya gue kembali mengadopsi seekor kelinci jantan buat cici. Kelinci dari ras australia berbulu putih coklat dan bertelinga panjang ini gue kasih namaaa......ciii...mol. Iya, cimol. **pada ketawa awas loh!!**

____cici dan cimol____

Bahagia banget melihat pasangan pengantin baru ini. Kemana2 berduaaaa terus. Cimol loncat kesini, cici juga ikut loncat kesitu. Cici tiduran di pojok kandang, cimol trus ngusel2 ke badan cici. Cici makan, cimol minta disuapin. **lho?**

Gue bahagia banget melihat kemesraan mereka, kini gue tinggal menunggu bayi2 kelinci lahir. Tapiiii... nyatanya kebahagia gue gak lama. Hari kamis kemaren, pas gue pulang dari mencoblos pemilihan cagub dki di kebon jeruk, gue liat cici lesu dan meringkuk lemas di pojokan kandang. Ada apa dengan cici? Rasanya pagi tadi cici masih ceria aja pas gue keluarin dari kandang. Lari2 kesana kesini kejar2an sama cimol dan makan tiap jengkal rumput yang dia loncati. Tapi kenapa sore ini dia begini?

Gue nyesel banget kenapa gak bisa berbuat apa2 pas liat dia kuyu begitu. Kebetulan petshopnya dr ayu tutup karena hari kamis kemaren adalah hari libur yang diberlakukan buat warga jakarta untuk pemilihan gubernur. Semakin malem, cici semakin parah. Padahal gue merencanakan mau membawa cici besok harinya. Akhirnya pas jam setengah satu dini hari, cici gak tertolong lagi. Cici mati. Gue bener2 sedih kehilangan cici. Kembali lagi gue harus merasakan sedih dan patah hati akibat kehilangan hewan peliharaan gue.

Sampe sekarang gue masih kebayang2 sama sosok cici. Gue masih inget gimana dia tertunduk dengan telinga terkulai kesamping mukanya begitu gue marahin kalo cici udah maen ke rumput tetangga. Atau, saat cici melonjak2 begitu liat gue pulang dari kerja saban sore. Atau yang ini, saat dia menyundul2 botol minumnya karena gue telat mengisinya lagi. Aahh, cici.... saya sayang sama kamu. Biar kamu bukan rainbow cakes, tapi thank you banget for being colourful my life. I love you, cici. :'(


Note : 
Oia, mohon maaf buat lisa yang bbm nya gak gue bales2 karena gue masih patah hati karena ditinggal cici...














0 komentar:

Web Statistics