Pages

Selasa, 26 April 2011

sahabat


Gue jadi inget, kalo gak salah sekitar dua minggu yang lalu saat gue terima telepon dari seorang sahabat gue, sebut saja namanya Rio, setelah saling menanyakan kabar mulailah Rio memuji gue yang dianggapnya sebagai teman yang paling baik yang pernah dia punya. Kemudian Rio mulai membandingkan gue dengan teman kami yang lain.



"lo tuh beda, Vo!"
katanya "gak kaya temen kita yang laen, yang gak pernah telepon sama sekali, eh begitu telepon tau2 ujungnya minjem duit juta2an".


Gue ngerti siapa teman yang dimaksud Rio. Bukan, bukan karena gue bisa ngeramal makanya gue bisa nebak. Oke gue ngaku deh, sebenernya Vera
(namanya gue samarin) yang dimaksud Rio tersebut awalnya bermaksud minjem duit ke gue tapi karena gue bukanlah orang kaya raya yang memiliki simpanan ratusan juta di bank maka gue menyarankan Vera buat minta tolong ke Rio.


Awalnya Vera sempet rada gak enak untuk mengutarakan maksudnya ke Rio, tapi atas bujukan gue akhirnya dia mau juga menghubungi Rio saat itu. "kali aja dia bisa bantu, Ver..." gitu bujuk gue. Kalo akhirnya gue tau Rio jadi terganggu dengan telepon Vera itu, sumpah deh! gue gak akan menyarankan dia buat menghubungi Rio saat itu.


"Ih, itu sih masih mending. Berarti masih ada sahabat yang inget sama lo, meskipun mereka mengingat lo saat mereka butuh uang"
jawab gue sok diplomatis.


Well
menurut gue sih, justru bagus kan, artinya mereka mengingat kita sebagai orang yang berkecukupan makanya mereka langsung inget pada kita saat mereka butuh bantuan. Bener kan?


"Ah, pokoknya gak ada temen yang sebaek lo deh..."
kata Rio lagi.


Terus terang gue bingung mau jawab apa karena dipuji begitu. Lagian kalo dipikir2 yang menganggap gue sebagai teman yang baik cuma Rio doang, temen2 gue yang laen gak pernah tuh. Dan entah atas dasar apa Rio punya pemikiran seperti itu, gue gak tau. Yang jelas detik itu juga gue jadi inget sama peristiwa beberapa waktu yang lalu saat permintaan pertemanan bbm gue di
reject oleh seorang temen wanita, kawan SMA dulu.


Kecewa? pastilah. Sejuta pertanyaan langsung memenuhi benak gue. Gue coba cari2 kesalahan yang mungkin aja gue lakukan hingga mengakibatkan dia gak nerima permintaan pertemanan gue tersebut, rasanya gak ada. Gue pikir2 lagi, mungkin gue pernah menyakiti perasaan dia selama berteman dengannya, dan lagi2 menurut gue gak ada. Eeemmm... atau dia ngerasa gue gak pantes jadi temen dia meski hanya berteman di bbm?

Nah, kebetulan gue adalah orang yang kalo udah dengar yang negatif langsung nyambung, kok untuk pertanyaan yang terakhir ini rasanya lebih cocok yah.... Bagi sang teman mungkin dia merasa tidak perlu menjalin hubungan pertemanan akrab dengan gue. Ngobrol ngibril gak tentu arah di bbm dengan gue terasa hanya membuang2 waktu dia yang berharga. Mungkin juga dia dihinggapi rasa khawatir jika suatu saat gue bakal memanfaatkan hubungan pertemanan kami.


Entahlah, cape juga nebak2.
Semakin gue coba menebak apa yang mendasari sikap teman gue karena menolak menerima pertemanan dari gue, gue semakin berpikir tentang arti sebuah persahabatan dan membuat gue semakin yakin bahwa persahabatan bagai kepompong itu cuma ada di lagu, bukan di kehidupan nyata.


Memang hingga sekarang gue masih rutin bertemu dengan beberapa teman2 lama, tapi lagi2 pertemuan dengan beberapa temen SMA yang sering kami lakukan seringnya malah jadi ajang buat pamer status sosial, terasa hanya ritual aja. Begitu usai memamerkan 'kelebihan'nya, berakhir pula kebersamaan kami. Gak ada kesan yang istimewa. Dan setelah berulang kali mengadakan pertemuan, lalu menjauh begitu selesai, gue gak lagi mengharapkan pertemanan. Gue letih untuk bersosialisasi.



Karena gue tau, begitu pertemuan ini usai, gue akan kembali sendiri. Karena gue tau, gue gak punya arti apa2 bagi mereka begitu kami saling mengucapkan perpisahan. Karena gue tau, gue terlalu letih untuk mengejar sebuah persahabatan.
Bahkan terkadang saat bercengkrama dengan mereka, gue gak bisa pungkiri perasaan keterasingan yang kuat banget dalam diri gue. Disaat gue dikelilingi orang banyak, gue semakin merasa sepi.


Pengalaman dijadiin bahan gosip di balik punggung membuat gue mempercayai slogan tiada pertemanan yang tulus di dunia ini. Dan hal ini bikin gue bener2 rindu persahabatan yang tulus. Persahabatan yang bukan diukur dari materi. Sahabat yang juga mau mendengar bukan yang hanya ingin didengar keluh kesahnya.



Gue jadi pengen seperti dulu, saat memiliki seorang yang bisa gue jadiin tempat berkeluh kesah. Sosok yang bikin hari2 gue terasa ringan dengan perhatiannya setiap hari. Jujur, gue pun masih sulit menjelaskan alasan pertemanan kami, tapi mau gak mau gue mengakui bahwa dia adalah satu2nya orang yang menyadari perubahan suara gue di telepon ketika gue cemas dan dialah satu2nya orang yang sudi repot2 untuk bertanya 'Apa kabarmu?' ketika gue belum berkabar padanya saat hari menjelang senja. Dan dengan berat hati gue mengakui, dialah yang membuat hari2 gue saat ini berasa kaya gambar hitam putih sejak kami tak bisa saling bercerita lagi.



Gue rindu saat2 itu. Gue ingin membagi kegembiraan dan kekhawatiran dengan orang yang bisa ikut gembira dan khawatir bersama. Keinginan gue simpel aja, gue pengen punya sahabat.






little note :

dicolek sahabat disaat hati sedang gamang dengan artinya persahabatan~
Elisa, makasih banget ya...
































Web Statistics